Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Bahasa Lokal Papua Terancam Punah

Written By Unknown on Sabtu, 23 Juli 2011 | 23.58

 Sabtu, 23 Juli 2011

Yoseph Wally, seorang peneliti di Universitas Cendrawasih Jayapura mengatakan bahasa lokal mulai punah.


Bahkan di sejumlah desa yang dikunjungi, penduduknya sama sekali tidak mengerti bahasa lokal. Di Papua terdapat 200 bahasa tradisional, namun saat ini kebanyakan hanya digunakan kurang lebih seribu orang dan terkonsentrasi di satu desa. Bahasa Indonesia jadi bahasa utama penduduk di bawah 40 tahun, baik di kota maupun di pedalaman.

Sering ada tuduhan bahwa pemerintah sengaja menganakemaskan bahasa Indonesia sebagai bagian integrasi. Namun departemen kebudayaan mengatakan mustahil memelihara bahasa yang tidak lagi digunakan sehari-hari. Namun Yoseph Wally yakin bahasa tradisional Papua bisa dilestarikan melalui seni dan budaya.

Universitas Oxford Inggris saat ini sedang merekam Emma, Enos dan Anna, tiga warga Papua terakhir yang masih bicara bahasa Dusner.

Lebih dari 200 bahasa punah di seluruh dunia selama 3 generasi terakhir dan 2500 terancam punah. Demikian daftar UNESCO.
23.58 | 0 komentar

Resolusi Uni Eropa Soal Indonesia Tak Bergigi?

Written By Unknown on Selasa, 19 Juli 2011 | 00.06

Senin, 18 Juli 2011

Parlemen Eropa mengadopsi resolusi soal HAM di Indonesia yang antara lain juga merujuk ke serangan terhadap minoritas agama seperti Kristen dan komunitas Muslim Ahmadiyah. Langkah ini menyusul sebuah resolusi yang diteken 38 anggota di parlemen Inggris, surat keprihatinan yang ditandatangani anggota Kongres AS dan resolusi di parlemen Swedia, yang semuanya menyoroti penganiayaan kekerasan minoritas di Indonesia.


Resolusi Parlemen Eropa mengungkapkan "keprihatinan di insiden kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, khususnya Ahmadiyah, Kristen, Baha'i dan Buddha..., " menyerukan pemerintah Indonesia untuk mencabut atau merevisi SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah yang menurut resolusi rentan penyalahgunaan. Apakah resolusi ini bakal bisa membawa perbaikan akan situasi di Indonesia?
Menurut Florian Witt, penasihat politik delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, resolusi adalah hal yang lazim dikeluarkan Parlemen Eropa, yang merupakan sebuah lembaga independen yang dipilih langsung rakyat negara-negara anggota Uni Eropa. Dalam hal ini parlemen memang sering mengeluarkan resolusi tentang HAM di negara ketiga.
Bagaimana dengan resolusi untuk Indonesia ini? Apa ada tujuan khusus? Menurut Florian, resolusi kali ini untuk menitikberatkan atau menegaskan bahwa Parlemen Eropa prihatin dengan beberapa kejadian (yang berhubungan dengan kekerasan antar agama,terutama atas kelompok minoritas) akhir-akhir ini di Indonesia.
Konsekuensi
Florian Witt menjelaskan, ini adalah sebuah resolusi jadi secara gamblang tidak ada konsekuensi langsung untuk Indonesia.
Bagaimana dengan kritik yang mengatakan Uni Eropa tidak perlu ikut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia? Florian menjawab, tidak bisa berkomentar jika ada statement dari pihak lain tentang hal tersebut. Menurutnya, "Yang penting kita punya dialog reguler dari Indonesia yang berjalan dengan sangat baik."
Selain mengeluarkan resolusi, apa ada usaha lain yang bisa dibilang lebih konkrit dari Uni Eropa untuk memperbaiki kondisi di Indonesia saat ini? Yang menggembirakan adalah adanya dialog tahunan dalam bidang HAM antara Indonesia dan Uni Eropa. Dalam dialog dibicarakan hal-hal yang terkait dengan HAM. Selain itu dibicarakan juga kerja sama apa saja yang akan dijalankan dalam bidang tersebut.
Tak Memaksa
Memang Uni Eropa tidak bisa misalnya mengikat atau "memaksa" pemerintah Indonesia dalam hal ini. Florian menambahkan, sebelum menyetujui untuk melakukan kerja sama, harus ada lampu hijau dulu sebelumnya dari kedua belah pihak.
Membaik
Tapi menurut Florian, situasi HAM di Indonesia secara umum sudah banyak mengalami perkembangan selama dekade terakhir, ini juga bisa dilihat dari dialog tahunan Uni Eropa- Indonesia yang berjalan dengan sangat baik.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/resolusi-uni-eropa-soal-indonesia-tak-bergigi
00.06 | 1 komentar

Menguak Sejarah Perbudakan di Indonesia

Written By Unknown on Senin, 18 Juli 2011 | 23.59

Senin, 18 Juli 2011

Untuk kita warga Indonesia, sejarah perbudakan mungkin terdengar asing. Banyak yang berpikir perbudakan hanya terjadi terhadap orang-orang dari Afrika saja yang dibawa ke Benua Amerika. Namun, sejarah perbudakan ternyata sangatlah dekat dengan sejarah Bangsa Indonesia.
 

Pada 1 Juli 1863 Belanda yang pada masa itu menjadi salah satu pedagang budak terbesar di dunia,  secara resmi menghapuskan perbudakan di semua wilayah jajahannya. Tanggal 1 Juli menjadi tonggak sejarah bagi para budak Afrika yang dibawa Belanda terutama ke Suriname, bekas jajahan Belanda di Benua Amerika.
Lizzy van Leeuwen, sejarawan dari Universitas van Amsterdam menjelaskan penghapusan perbudakan di Oost Indiƫ, atau Indonesia, secara resmi baru 100 tahun lalu. Pada waktu itu, Belanda menghapus praktek perbudakan yang diterapkan di Kepulauan Sumbawa.

Belum terkuak

"Ini adalah sejarah yang belum terungkap dan ada kaitannya dengan sejarah perbudakan di Timur, tidak hanya di Indonesia tapi lebih luas lagi di wilayah Asia Tenggara. Sejarah perbudakan di sana mencakup jangka waktu yang sangat panjang dan meliputi berbagai bentuk perbudakan. Mengingat cakupan ini masalah perbudakan di wilayah sekitar Samudura Hindia ini sulit sekali untuk diungkap. Sedikit sekali penelitian tentang masalah ini," jelas van Leeuwen.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh sejarawan Amerika Serikat, Marcus Vink, Belanda juga menjalankan praktek perbudakan di Indonesia. Van Leeuw menjelaskan, "Jan Pieterszoon Coen membunuh semua penduduk asli Pulau Banda untuk membuka perkebunan pala. Ia kemudian membeli budak-budak dari wilayah Pulau Banda. Dari situlah dimulai praktek perdagangan budak di Indonesia."
Jelas bahwa praktek perbudakan juga terjadi di Indonesia. Menurut van Leeuwen, perbudakan sudah menjadi bagian dari sistem kemasyarakatan di berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Sumbawa, Bali dan Toraja. Penjajah Belanda membiarkan praktek perbudakan itu terus berlangsung karena itu menguntungkan posisi mereka di wilayah jajahan.

Terlupakan

Berbeda dengan masyarakat Suriname yang sampai sekarang terus memperingati sejarah kelam perbudakan, di Indonesia hal itu sama sekali tidak terjadi. Bagaimana ini bisa dijelaskan?
Menurut van Leeuw ada beberapa penjelasan. "Alasan utama menurut saya karena orang tidak lagi merasakan dampak perbudakan di wilayah Indonesia itu secara nyata. Ini berbeda dengan situasi di Barat di mana orang bisa melihat hubungan perbudakan dengan masa kini secara jelas."
Selain itu, lanjut van Leeuwen, di wilayah Hindia Belanda, perbudakan tidak terjadi dalam skala industrial seperti yang terjadi di Suriname. Kebanyakan budak dipakai untuk keperluan rumah tangga. Tapi, bukan berarti budak di sana hidupnya lebih nyaman. Terjadi berbagai hal mengerikan, bagaimana budak-budak rumah tangga itu dihukum dengan sangat kejam. Hal itu bahkan masih terus saja terjadi sampai abad ke-20 di beberapa rumah tangga di Oost Indiƫ.

Budak masa kini

Praktek perbudakan di dunia sayangnya sampai sekarang masih saja terjadi. Ironisnya, saat kita merayakan hari penghapusan perbudakan pada 1 Juli lalu di Belanda pada saat yang sama di berbagai belahan dunia masih terjadi praktek-praktek perbudakan. 
Anak-anak yang dipaksa bekerja dengan kondisi yang memprihatinkan; wanita yang diperdagangkan sebagai budak seks; nasib para TKW Indonesia di Arab Saudi juga mengingatkan kita pada kejamnya praktek perbudakan. Oleh karena itu, hari penghapusan perbudakan bukan hanya untuk memperingati masa lalu tapi lebih penting untuk menjadi motivasi guna memerangi praktek-praktek perbudakan di masa kini.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/menguak-sejarah-perbudakan-di-indonesia

23.59 | 0 komentar

Indonesia Kerasukan Militerisme di Mana-Mana

 Senin, 18 Juli 2011

Indonesia makin liberal, makin demokratis, tapi di lapangan orang-orang justru makin kagum dengan simbol-simbol militer dan cara berpikir militer. Pemain sepak bola pun dilatih dengan berpakaian militer. 


Saat memperingati Ultah ke 80, Nahdlatul Ulama menggelar pawai banser yang mengenakan seragam mirip militer. Adakah alasan psikis di balik karakter sosial yang sedang tumbuh di Indonesia?
Ikuti wawancara dengan pakar militer Indro Tjahjono tentang fenomena sosial ini.
Simbol-simbol militer
Semua orang, demikian Indro Tjahjono, cenderung kagum tehadap simbol-simbol militer. "Kagum dengan karakter militer sampai pemain bola juga dilatih secara militer. Jadi ini pemain bola yang sebenarnya bukan menyerang lawan dengan ilmu-ilmu olahraga, tapi ini memperlakukan lawan sebagai musuh." 
Menurut Indro, ini kecenderungan yang salah di Indonesia.
"Kelihatannya rakyat Indonesia itu memang belum lepas dari pengaruh militer, dari pengaruh masa Soeharto dulu bahwa ketika dikuasai Soeharto, katanya dengan gaya militeristik kita bisa maju. Nah, pengaruh ini masih dominan di mana-mana. Jadi, orang melihat setiap kali ada perubahan politik pun, militer harus ikut campur. Ini satu fenomena yang sedang mengemuka dan bukan hanya di bidang politik dan juga di olahraga, tapi latihan-latihan outbound-outbound yang kerjasama tim, itu juga menggunakan pelatih-pelatih dari militer."

Memprihatinkan

"Ini yang sangat memprihatinkan. Seolah-olah soal disiplin, soal ketepatan waktu itu adalah persoalan bangsa Indonesia dan mereka lupa bahwa persoalan kita adalah pemimpin yang visioner, yang tahu tentang keadilan, yang tahu tentang hak-hak warganegara. Kita kehilangan sosok pemimpin yang manusiawi. Jadi orang ingin sosok pemimpin militer, karena mereka pikir dengan militer ini semua tujuan akan terjamin. Ini memang satu krisis baru yang dialami Indonesia, dari segi sosiologis dan budaya."
http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/indonesia-kerasukan-militerisme-di-mana-mana
23.47 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman