Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Tanggapan Pemerintah Indonesia Atas Kantor Free West Papua Campaign di Inggris

Written By Unknown on Sabtu, 04 Mei 2013 | 17.25


Julian Aldrin Pasha
JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menugaskan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk memanggil Duta Besar Inggris di Jakarta. Hal ini terkait informasi media massa bahwa ada pembukaan Kantor Perwakilan Papua Merdeka, di Oxford, Inggris, beberapa waktu lalu. Pemerintah akan meminta penjelasan dan klarifikasi mengenai informasi itu. 


"Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa akan memanggil Dubes Inggris di Jakarta untuk menjelaskan dan klarifikasi," ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Sabtu (4/5/2013), seperti dikutip Tribunnews.com.



Menurut informasi, acara pembukaan kantor itu dihadiri Wali Kota Oxford, Moh Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, dan Andrew Smith MP.



Julian mengatakan, sejauh ini Pemerintah Indonesia belum menerima pernyataan resmi dari Pemerintah Inggris mengenai hal itu. Menurut Julian, hadirnya para pejabat dan anggota parlemen dalam acara pembukaan Kantor Free West Papua Campaign (FWPC) dilakukan tanpa dukungan resmi pemerintah dan parlemen Inggris.



"Hal tersebut dilakukan tanpa dukungan resmi pemerintah dan parlemen Inggris," tegas Julian.



Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto menegaskan, selain Dubes Inggris di Jakarta, KBRI London juga akan melakukan langkah serupa terhadap Kemenlu Inggris di London.  



"Semua langkah kita lakukan utk kedaulatan kita NKRI,” kata Djoko melalui pesan singkatnya di Jakarta, Jumat (3/5/2013).



Djoko Suyanto juga mengemukakan, selama ini FWPC memang memfokuskan kegiatannya di kota Oxford. Namun, mereka sekarang menggambarkannya sebagai "kantor" di Oxford.



“Selama ini kegiatan tersebut sama sekali tidak mendapat dukungan dari Pemerintah Inggris dan oposisi di parlemen. Secara formal mereka tetap mengakui kedaulatan NKRI atas Papua,” kata Djoko.

Sumber : www.kompas.com
17.25 | 1 komentar

AMP Kutuk Tindakan Represif Militer Indonesia Pada 1 Mei di Papua

Written By Unknown on Jumat, 03 Mei 2013 | 08.30


Indonesia - Peringatan 50 Tahun Aneksasi Papua oleh Indonesia pada 1 Mei 2013 di Tanah Papua diwarnai dengan aksi represif aparat Militer Indonesia yang melakukan penembakan kepada rakyat sipil di Kabupaten Sorong dan Biak Numfor.

Penembakan tersebut mengakibatkan , Abner Malagawak  (22 tahun) warga Distrik Makbon, Kabupaten Sorong tertembak dibagian ketiak kiri tembus kanan. Akhirnya, Abner tewas ditempat. Selanjutnya, Thomas Blesia (28 tahun), warga Distrik Sakouw, Kabupaten Sorong Selatan, tewas terkena timah panas di kepala bagian belakang tembus depan. Saat ini kedua korban masih berada di rumah mereka masing-masing yakni Distrik Makbon, Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan.

Tak hanya Abner dan Thomas yang tewas terkena tembakan,  tiga warga lainnya mengalami luka-luka. Mereka adalah Salomina Klaivin (37 tahun), warga Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Herman Lokden (18 tahun) warga kampung Wulek, Kabupaten Sorong Selatan, dan Andreas Sapisa (32 tahun) warga Distrik Makbon, Kabupaten Sorong. Salomina Klaivin, luka-luka karena tertembak di perut, paha bagian kanan, dan dilengan bagian kanan. Herman Lokden mengalami luka-luka kerena tertembakan di betis kanan tembus sebelah. Selanjutnya, Andreas Sapisa mengalami luka di bagian ibu jari kaki kanan akibat terkena peluru panas.

Peristiwa penembakan yang sama juga terjadi di Kabupaten Biak Numfor, tepatnya pada pagi hari 1 Mei 2013 di jalan Bosnik, seorang warga asal Kampung Biawer Dwar asal Biak Utara yang bernama Yance Wamaer (30an tahun), juga diketahui meninggal akibat timah panas aparat militer Indonesia yang melakukan penyisiran setelah membubarkan secara paksa peringatan 50 Tahun Aneksasi yang dilaksanankan di Kampung Ibdi.

Dari peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan aparat militer Indonesia terhadap rakyat Papua, maka Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menuntut rezim SBY-Boediono untuk, segera ;

Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Nonorganik dari seluruh Papua sebagai syarat terbukanya ruang demokrasi di Tanah Papua.

Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis.

Demikian, press release ini kami buat, atas dukungan Kawan-kawan jurnalis kami ucapkan terima kasih.

Indonesia, 3 Mei 2013

 Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat AMP

 Rinto Kogoya
08.30 | 0 komentar

AMP : Rakyat Papua Tuntut Hak Penentuan Nasib Sendiri

Aliansi Mahasiswa Papua menggelar
demo damai di Bandung, Rabu, 1 Mei 2013 (Ist/Ancotex)
Surabaya – Berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis agar rakyat Papua bisa menikmati hasil kekayaannya sendiri. Selain itu, banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Bumi Cenderawasih yang tak kunjung selesai.
“Kami mendesak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), untuk berikan kebebasan bagi orang Papua secara menyeluruh,” kata juru bicara demo damai Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Agus Dogomo, ketika dikonfirmasi melalui telepon, Rabu (1/5) siang.  
Selain itu, puluhan pemuda dan pelajar yang teragabung dalam demo damai AMP, menuntut, segera tarik militer organik maupun non-organik dari tanah Papua. “Sebab menjadi biang masalah di Papua adalah pihak TNI dan Polri. Jadi kami menuntut agar segera ditarik dari tanah Papua,” kata Agus.
Lanjut Agus, berbagai persoalan yang terjadi di tanah Papua, salah satunya adalah adanya perusahan asing.  Menurut Agus, adanya perusahaan asing akan memperpanjang penderitaan rakyat Papua dan orang Papua akan termaginalkan di atas tanahnya sendiri. “Hentikan eksploitasi dan tutup seluruh perubahan milik kaum imperialis seperti Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco dan perusahaan asing lainnya,” pintahnya.
Perlu diketahui, demo damai AMP ini secara serentak dilaksanakan di berbagai kota studi di Indonesia, salah satunya di kota studi di Bandung. Press realease yang dikirim ketabloidjubi.com, demo damai di Bandung menuntut agar NKRI memberikan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri bagi orang Papua dan segera tarik militer (TNI-Polri) organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua. (Jubi/Ones Madai)
00.39 | 0 komentar

Seruan Aksi : “Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua”

Written By Unknown on Selasa, 30 April 2013 | 12.21



Logo AMP
1 Mei 1963 bagi rakyat Papua merupakan awal pendudukan Indonesia di Tanah Papua. Terjadinya penyerahan kekuasaan dari pemerintahan sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia melegitimasi Indonesia untuk menempatkan militernya dalam jumlah besar di Papua Barat. Sesuai perjanjian New York (New York Agreement) 15 Agustus 1962, Indonesia ditugaskan untuk membangun sambil mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) atau Self Determination (Penentuan Nasib Sendiri).
Kenyataannya, upaya pengkondisian Papua mulai dilakukan militer Indonesia sejak 1963 hingga 1969. Terbukti hasil PEPERA dimenangkan oleh Indonesia, dengan keterlibatan 1.025 orang pemilih dari 800.000 orang Papua yang punya hak untuk memilih. Dua tahun sebelum PEPERA 1969 yaitu 1967 terjadi Kontrak Karya I Freeport Mc Moran Gold and Copper perusahaan tambang emas dan tembaga milik Imperialis Amerika dengan rezim Orba Soeharto. Kontrak ini dilakukan karena Indonesia yakin akan memenangkan PEPERA walaupun dengan cara keji sekalipun, seperti teror, intimidasi dan bahkan pembunuhan sekalipun.
Kehadiran Indonesia tidak serta merta diterima oleh menghendaki kemerdekaan sebagai sebuah negara. Kenyataan ini dibalas oleh Indonesia dengan berbagai operasi militer baik didaerah pesisir Papua maupun daerah pegunungan Papua. Ratusan ribu rakyat Papua tewas akibat kekejaman militer (TNI-Polri) Indonesia. Apalagi paska pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) sejak 1977-1998.
Kekejaman militer (TNI-Polri) Indonesia terus berlanjut hingga dewasa ini, pembunuhan terhadap Theis Eluay, Mako Tabuni, Huber Mabel serta kasus Biak Berdarah, Abepura berdarah, Wamena Berdarah dan kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan tidak tuntas diselesaikan oleh Indonesia.
Berdasarkan kenyataan itu, dalam peringatan 50 Tahun Aneksasi Papua kedalam Indonesia, maka kami dari Aliansi Mahasiswa Papua [ AMP ] menyeruhkan kepada seluruh elemen rakyat Papua yang sedang berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk hadir dan wajib mengikuti aksi yang rencananya akan dilaksanakan pada : 
Hari/Tanggal         :  Rabu,01 Mei 2013
Waktu                  : 09.00 WIB - Selesai
Titik Kumpul         : - Seturan/Depan Asrama Puncak Jaya
                               - Lampu Merah Maguwo / Pertigaan Maguwo
                               - Jembatan Layang Janti
                               - Gejayan /  Depan Kampus Sadar 
Rute Aksi             : Asrama Kamasan I - Titik Nol KM - Alun - Alun Utara

Demikan Seruan ini kami keluarkan, kepada seluruh elemen rakyat Papua di Yogyakarta, dan dihimbau kepada seluruh Mahasiswa Papua di Yogyakarta untuk wajib terlibat dalam aksi demonstrasi kali ini.

" YANG MERASA DIRI ORANG PAPUA DAN MASIH PUNYA HARGA DIRI, MAKA WAJIB UNTUK HADIR "
" Ko Stop Bilang Ko Orang Papua, Kalau Ko Tidak Pernah Mau Mengerti dan Menyuarakan Apa Yang Diinginkan Oleh Rakyat Papua "

NB :
 1. Bagi Kawan-kawan yang tidak memiliki kendaraan untuk mengikuti Aksi ini, maka kawan-kawan dapat menunggu jemputan yang telah kami sediakan di Titik - Titik Kumpul diatas
2. Seluruh kawan - kawan yang hendak mengikuti aksi ini, maka kami harapkan untuk menggunakan Pakaian yang rapi, kalau bisa menggunakan jas/almamater Kampus.
3. Bagi yang tidak memiliki Jas/almamater, dapat menggunakan pakaian biasa saja, namun wajib mengenakan Celana Panjang dan Baju Kemeja/Kaos Hitam
4. Bagi Kawan - Kawan Yang Hendak Menggunakan Pakaian Tradisional/Pakaian Adat dan Menghias Tubuh Dengan Unsur - Unsur Seni dan Budaya Papua, Maka Itu Sangat di Perbolehkan.

12.21 | 0 komentar

Jelang 1 Mei 2013, AMP Keluarkan Pernyataan Sikap

Written By Unknown on Senin, 29 April 2013 | 11.57


“Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua”

Logo AMP ( Doc:AMP )
1 Mei 1963 bagi rakyat Papua merupakan awal pendudukan Indonesia di Tanah Papua. Terjadinya penyerahan kekuasaan dari pemerintahan sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia melegitimasi Indonesia untuk menempatkan militernya dalam jumlah besar di Papua Barat. Sesuai perjanjian New York (New York Agreement) 15 Agustus 1962, Indonesia ditugaskan untuk membangun sambil mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) atau Self Determination (Penentuan Nasib Sendiri).
Kenyataannya, upaya pengkondisian Papua mulai dilakukan militer Indonesia sejak 1963 hingga 1969. Terbukti hasil PEPERA dimenangkan oleh Indonesia, dengan keterlibatan 1.025 orang pemilih dari 800.000 orang Papua yang punya hak untuk memilih. Dua tahun sebelum PEPERA 1969 yaitu 1967 terjadi Kontrak Karya I Freeport Mc Moran Gold and Copper perusahaan tambang emas dan tembaga milik Imperialis Amerika dengan rezim Orba Soeharto. Kontrak ini dilakukan karena Indonesia yakin akan memenangkan PEPERA walaupun dengan cara keji sekalipun, seperti teror, intimidasi dan bahkan pembunuhan sekalipun.
Kehadiran Indonesia tidak serta merta diterima oleh menghendaki kemerdekaan sebagai sebuah negara. Kenyataan ini dibalas oleh Indonesia dengan berbagai operasi militer baik didaerah pesisir Papua maupun daerah pegunungan Papua. Ratusan ribu rakyat Papua tewas akibat kekejaman militer (TNI-Polri) Indonesia. Apalagi paska pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) sejak 1977-1998.
Kekejaman militer (TNI-Polri) Indonesia terus berlanjut hingga dewasa ini, pembunuhan terhadap Theis Eluay, Mako Tabuni, Huber Mabel serta kasus Biak Berdarah, Abepura berdarah, Wamena Berdarah dan kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan tidak tuntas diselesaikan oleh Indonesia.
Berdasarkan kenyataan itu, dalam peringatan 50 Tahun Aneksasi Papua kedalam Indonesia, Aliansi Mahasiswa Papua menuntut kepada PBB dan Indonesia untuk segera;
1)      Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua sebagai solusi Demokratis
2)      Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari seluruh Tanah Papua.
3)      Hentikan Eksploitasi dan Tutup seluruh perusahaan milik Kaum Imperialis ; Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco dll
Demikian pernyataan sikap ini kami buat sebagai bentuk perlawanan atas penjajahan, penindasan dan penghisapan oleh Indonesia dan tuannya Imperialisme atas rakyat Papua.


ALIANSI MAHASISWA PAPUA [ AMP ]
11.57 | 1 komentar

Dukung Pendirian Kantor Free West Papua Campaign, AMP Gelar Diskusi Dan Nonton Bareng

Dukungan AMP Atas Berdirinya
Kantor Free West Papua Campaign. ( Doc: AMP )
Yogyakarta - Puluhan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua ( AMP ) hari ini ( kemarin,28-04-2013 ) menggelar Diskusi dan Nonton Bareng di Asrama Mahasiswa Papua " Kamasan I " Yogyakarta.
Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk dukungan dari Aliansi Mahasiswa Papua ( AMP ) atas didirikannya Kantor "Free West Papua Campaign" di Oxford, United Kingdom. Dego yang juga selaku koordinator kegiatan ini menyebutkan bahwa
" Kami sebagai Mahasiswa Papua, yang merupakan tulang punggung dari perjuangan bangsa Papua, sangat senang dan bangga atas didirikannya Kantor Free West Papua Campaign ini, dan kami berharap dengan adanya kantor Free West Papua Campaign ini, maka perjuangan bangsa Papua aka lebih jelas dan dapat menjadi perhatian dunia Internasional akan permasalahan yang ada di Papua".
Ketika ditanyai bentuk dukungan yang diberikan oleh AMP atas berdirinya kantor Free West Papua Campaign ini, Dego mengatakan bahwa
" Sejak pagi tadi, kami telah melakukan pemasangan spanduk dan poster yang bertuliskan dukungan dari kami atas didirikannya Kantor Resmi Free West Papua Campaign di depan Asrama Mahasiswa Papua " Kamasan I ", selain itu, kami juga telah mengirimkan surat resmi dari AMP yang pada intinya surat itu berisikan ucapan selamat, dukungan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjuang dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung, atas berdirinya kantor ini".
"Selain itu, kami juga melakukan dikusi seputar kilas balik dari perjalanan Free West Papua Campaign dan juga diskusi seputas hari Anegsasi, yang jatuh pada tanggal 1 Mei, diskusi ini dibawakan oleh Rinto Kogoya (Ketua Pimpinan Pusat Aliansi Mahasiswa Papua). Diskusi ini bertujuan agar kami para generasi penerus perjuangan bangsa Papua, dapat mengerti dan memahami seputar perjalanan Free West Papua Campaign, dan juga untuk lebih mendalami tentang seputar sejarah Anegsasi yang terjadi pada 1 Mei 1963",
lanjut Dego.
Setelah melakukan diskusi, kegiatan dilanjutkan dengan pemutaran film dan nonton bareng, film yang diputarkan adalah sebuah film yang dibuat dari sebuah kisah nyata tentang : SeediqBale, aktor utama (MonaRudao). Mona Rudao telah menjadi bagian dari budaya populer Taiwan, memasuki buku, manga, dankarakternya mengambil bagian dari protagonis dalam 2011 Taiwan (Baca: http://en.wikipedia.org/wiki/Mona_Rudao)
Ini sedikit tentang  Mouna Rudao pada tahun (1882-1930) adalah anak seorang kepala suku pribumi Taiwan dari Seediq. Ia menggantikan ayahnya sebagaikepala desa Mahebo dan menjadi salah satu pemimpin yang paling berpengaruh dari wilayah Wushe.

Dia menjadi terkenal karena telah melakukan pemberontakan Wushe di tempat yang sekarang Nantou pada tahun 1930 terhadap pemerintah kolonial Jepang.Para Taiwan memandangnya sebagai pahlawan untuk melaksanakanpemberontakan dan sekarang dia adalah salah satu tokoh di New koin DolarTaiwan.

Inti dari filem ini adalah semangat dari Mounado melawan penjajah jepang atas Perampasan Tanah Wilayah adat Taiwan,  untuk menjaga dan menghormati Alam dan leluhur  mereka. Kemudian Mouna berani membagun kerja sama dengan suku-suku lain untuk melawan musuh mereka yakni Penjajahan Jepang. film ini sengaja kami putarkan pada saat ini, agar dapat memberikan motivasi dan semangat atas memperjuangkan HAK - HAK Bangsa Papua demi terus mempertahankan Tanah Leluhur kita.

Selain itu, AMP berencana menggelar aksi penyikapan atas
" 50 Tahun Pendudukan Secara Ilegal Yang Dilakukan Indonesia di Atas Tanah Papua Sejak 1 Mei 1963 - 1 Mei 2013",
Aksi penyikapan ini rencananya akan digelar di Yogyakarta. Dan untuk itu, AMP mengajak seluruh Elemen Rakyat Papua yang Berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya, untuk dapat terlibat dan ikut serta mengambil bagian dalam aksi ini. (RK)

08.34 | 0 komentar

Persoalan Pokok Rakyat Papua dan Jalan Keluarnya


Oleh
Rinto Kogoya

Rinto Kogoya (Ketum KPP AMP)
“Tulisan ini saya persembahkan kepada Rakyat Papua dalam perayaan 50 Tahun Aneksasi atau Pendudukan Indonesia di Tanah Papua. Dan refleksi bagi rakyat dan organisasi-organisasi Perlawanan di Papua yang mencita-citakan Pembebasan Nasional Rakyat dan Bangsa Papua dari Penidasan oleh Kolonialisme Indonesia, Imperialisme dan Militerisme”

Situasi Papua dewasa ini yang diperhadapkan dengan berbagai persoalan dalam berbagai segi kehidupan baik dari aspek ekonomi politik maupun sosial dan kebudayaan tidak terlepas dari sejarah perkembangan kehidupan Rakyat Papua. Jika kita menyimak bagaiman awal gagasan pembentukan Bangsa Papua oleh kaum intelektual Papua pada dekade 1960an tentunya mereka memiliki cita-cita agar Rakyat Papua dapat membangun Bangsa dan Tanah Airnya dengan lebih baik, lebih demokratis, lebih adil dan lebih manusiawi dan lebih sejahtera di negerinya. 

Walaupun tidak dapat kita temukan catatan sejarah tentang rumusan negara yang dikehendaki para pengagas Bangsa Papua, tapi keinginan mereka untuk memerdekakan Rakyat dan membentuk suatu negara adalah wujud cita-cita yang mulia karena menghendaki agar Rakyatnya terbebas dari sebuah penjajahan. Salah satu gagasan dari Resolusi Kongres Nederland Nieuw Guinea Raad (Dewan Niuew Guinea) pada tanggal 19 Oktober 1961, yang memiliki arti penting bagi Rakyat Papua saat ini adalah semboyan “One People One Soul” yang artinya Satu Rakyat Satu Jiwa. Semboyan ini mengartikan persatuan dari seluruh rakyat Papua yang beraneka ragam suka, bahasa, tradisi adat dan kehidupan ekonominya.

Namun, kita tau bersama dimana Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno yang egois dan angkuh telah melancarkan sebuah usaha untuk mengagalkan lahirnya negara Papua Barat. Yang mana setelah deklarasi kemerdekaan Bangsa Papua Barat 1 Desember 1961, kemudian pada tanggal 19 Desember 1961 Indonesia melalui Soekarno mengumandangkan TRIKORA. Yang diikuti oleh mobilisasi militer dan para militer untuk menguasai Papua dari tangan Belanda. Dengan alasan membebaskan Papua dari penjajahan Belanda.

Tentu hal yang tidak disadari Soekarno adalah gagasan membentuk sebuah negara Papua Barat adalah murni kehendak Rakyat Papua yang dipelopori oleh kaum intelektual Papua pada waktu itu, diantaranya ; N. Jouwe, M.W. Kaiseppo, P. Torei,  M.B. Ramendey, A.S. Onim, N. Tanggakma, F.Poana dan Andullah Arfan.

Sejak TRIKORA 19 Desember 1961 dan penyerahan administrasi dari pemerintahan sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Indonesia selalu mengunakan militer (TNI-Polri) sebagai tameng untuk menghadapi perlawanan Rakyat Papua yang tidak menghendaki kehadiran Indonesia.

Hingga saat ini, dapat kita saksikan sendiri bagaimana marginalisasi terhadap Rakyat Papua dari segi ekonomi terjadi di depan mata kita, bagaimana prilaku aparat militer Indonesia terhadap Rakyat Papua, bagaimana tanah-tanah adat dijadikan lahan investasi perusahaan milik negara-negara Imperialis, bagaimana tingginya kematian di Papua khususnya kematian Ibu dan Anak, bagaimana lapangan pekerjaan yang ada cuma PNS dan buruh perusahaan milik negara-negara Imperialis, bagaimana minimnya tenaga guru dan prasarana pendidikan didaerah-daerah pelosok dan masih banyak lagi persoalan lain yang sedang membelenggu Rakyat Papua saat ini. Hal yang demikian terjadi diseluruh Papua dan tetap akan dipertahankan, guna kepentingan penguasaan terhadap Tanah Papua. Sehingga kesejahteraan menjadi alasan rasional Indonesia terhadap gejolak konflik di Papua yang sebenarnya berkaitan dengan Identitas suatu bangsa yang hendak memerdekakan diri.

Terbelenggunya Rakyat Papua dalam sebuah penjajahan, penindasan dan diskriminasi dikarenakan kita diperhadapkan pada musuh bersama seluruh Rakyat Papua yang menghambat laju kemajuan dan perkembangan hidup Rakyat Papua. Berikut, kita akan menyimak secara umum bagaimana ketiga musuh Rakyat Papua tetap berusaha menancapkan cakarnya di atas Tanah Papua. Dan bagaimana agar rakyat Papua dapat terbebas dari cengkraman maut yang mematikan dari yang namanya Kolonialisme Indonesia, Imperialisme, dan Militerisme.

Kolonialisme Indonesia

Pengertian Kolonialisme adalah “kebijakan dan praktek kekuatan dalam memperluas kontrol atas masyarakat lemah atau daerah”. Kolonialisme selalu memiliki sifat yang arogan dan ekspansionis. Tujuan utama kolonialisme adalah menguras sumber kekayaan, sedangkan kesejahteraan dan pendidikan rakyat daerah koloni, tidak diutamakan.

Kolonialisme Indonesia di Papua Barat dimulai ketika adanya infasi militer ke Papua sejak TRIKORA 1961 dengan pembentukan Komando Mandala untuk melancarkan operasi “Mandala” yang dipimpin oleh Letjend. Soeharto. Ini bertujuan untuk melakukan ekspansi (peluasan wilayah kekuasaan) negara Indonesia.  Ini dilakukan berdasarkan klaim yang tidak logis dan sepihak dari Soekarno, bahawa jauh sebelum Indonesia lahir, papua adalah bagian dari kerajaan  majapahit dan beberapa klaim lainnya.

Nyatanya dalam Konfrensi Meja Bundara hanya meliputi Hindia Belanda (meliputi Sabang sampai Amboina) tidak termaksud Nederland Niue Guinea (Papua Barat). Namun karena Indonesia yang keras kepala hendak menguasai Papua, dan Belanda yang mengalami resesi ekonomi akibat perang, maka pada 1 Mei 1963 terjadi penyerahan kekuasaan dari pemerintahan sementara PBB, UNTEA kepada Indonesia. Indonesia yang hadir di Papua dengan alasan mempersiapkan pelaksanaan Hak Menentukan Nasib Sendiri sesuai Perjanjian New York, nyatanya merekayasanya menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Tentunya dapat kita pastikan bagaimana proses dan hasilnya.

Hingga kini, untuk menjalankan kolonisasi dan mempertahankan kekuasaannya atas Tanah Papua, mesin birokrasi, sistem politik seperti pemilu  dan militer (TNI-Polri) digunakan untuk melegitimasi keberadaan Indonesia di Papua. Birokrasi merupakan mesin legal Indonesia untuk menjadikan Papua bagian dari NKRI dan militer merupakan alat reaksioner yang digunakan untuk mempertahankan Papua apapun caranya. Dan sistem politik seperti pemilu untuk menunjukan kalau Rakyat Papua patuh terhadap sistem politik yang berlangsung di Indonesia. Hal sama seperti yang pernah dilakukan Belanda terhadap Indonesia dan Papua, kembali dilakukan oleh Indonesia terhadap bangsa Papua.

Selain birokrasi, sistem politik dan militer, kebiakan politik seperti UU N0 21 Tahun 2001 tentang Otsus, UU Pemekaran Wilayah, UP4B dan kebijakan lain hanya merupakan upaya untuk mempertahankan Papua tetap dalam kekuasaan Indonesia. Sama halnya dengan Belanda yang mengelurkan kebijakan Politik Etis (Transmigrasi, Irigasi dan Edukasi) terhadap rakyat Indonesia. Namun Belanda memperoleh keuntungan yang sangat besar dari kebijakan politik etis yang dikeluarkan. Sedangkan Indonesia, tidak hadir di Papua sebagai penjajah tunggal, Indonesia melayani tuanya yaitu Imperialis. Indonesia hanya mendapatkan balas budi dari tuanya berupa pajak dan royalti. Balas budi ini terkait jasa Indonesia yang dengan setianya menjaga agar operasi perusahaan-perusahaan milik Inperialis seperti Freeport, BP, LNG Tangguh dan lain-lain tetap melakukan aktivitas ekploitasinya dengan aman dan lancar. Sehingga, apa layak rakyat Papua hidup bersama-sama dengan “NEGARA BABU” seperti Indonesia? Sehingga jangan kaget jika kita bertemu dengan istilah seperti “Rezim Boneka”, “Rezim Antek” dll.

Sehingga jelas, bahwa setiap kebijakan yang diterapkan di Papua oleh Indonesia tujuannya bukan untuk membangun rakyat Papua tapi membuka akses bagi kaum Imperialis untuk mengeruk kekayaan alam di Papua. Dan Papua menjadi sapi perahan yang setiap menghasilkan susu yang banyak untuk mengemukan Indonesia dan tuannya Imperislisme.

Imperialisme

Imperialisme adalah tahapan tertinggi dari kapitalisme atau kapitalisme monopoli. Sedang kapitalisme adalah paham yang meyakini bahwa pemilik modal dapat melakukan usahanya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Imperialisme atau kapitalisme monopoli tidak hanya menghisap kaum buruh tapi juga menguasai wilayah-wilayah penghasil bahan mentah bagi Industrinya secara tidak langsung.

Kehadiran Imperialisme di Papua diawali dengan penandatanganan Kontrak Karya PT Freeport milik Imperialis Amerika dengan pemerintahan Soeharto pada tahun 1967. Kehadiran Freeport telah mengabaikan hak-hak demokratis Rakyat Papua untuk merdeka sebagai sebuah negara. Kepentingan Imperialisme atas Papua sesuai dengan ciri-cirinya yaitu :

1.   Konsentrasi produksi dan kapital sehinga menciptakan monopoli yang berperan penting dalam kehidupan monopoli. Artinya, konsentrasi produksi hanya berpusat di Negara kapitalis. Mereka juga menguasai pasar dengan menentukan harga.
2.   Perbaduan antar kapital bank dan kapital industry menciptakn basis yang menamakan kapital finace. Contoh: Bank Dunia, Bank IMF. Bank tidak akan hanya sekedar memberikan pinjaman kepada suatu negara. Ia mengharapkan ada imbal balik dari sebuah negara, dan mengharapakan adanya jaminan. Dari permutran modal dan uang, itu akan kembali kepada kapitalis itu sendiri.
3.   Ekspor kapital berbeda dengan ekspor komoditi.
Artinya: Mereka hanya akan mengeskpor kapital kepada negara-negara lain agar mereka menyediakan bahan komoditi bagi mereka.
4.   Pembentukan kapitalisme monopoli internasional dan pembagian dunia di antara mereka.
5.   Pembagian teritori di seluruh dunia di antara kekuatan kapitalis besar telah selesai. Contoh : Amerika menguasai pengunungan tengah Papua melalui Freeport, Inggris dengan Cina berbagi kepala burung Papua melalui BP dan LNJ Tangguh, Korea di selatan Papua melalui Corindo dan Medco dan kawan-kawannya.

Dari penjelasan ciri-ciri Imperialisme, menunjukan bahwa Papua saat ini sedang berada dalam cengkraman negara-negara Imperialis. Hal ini ditunjukan dengan masuknya berbagai perusahaan-perusahaan berskala Multy National Coorporation (MNC) seperti BP di Bintuni dan LNG Tangguh di Sorong Selatan serta pembukaan perkebunan skala luas seperti MIFEE di Maroke dan Corindo dan Medco yang sudah ada jauh sebelumnya. Untuk mengamankan keberlangsungan aktifitas eksploitasi perusahaan-perusahaan milik Imperialis ini, militer (TNI-Polri) selalu digunakan untuk menghalau perlawanan Rakyat pemilik hak ulayat.
Nyatanya, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat mensejahterakan seluruh Rakyat Papua yang berjumlah kurang lebih tiga juta jiwa.

Militerisme

Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kepentingan masyarakat. Militerisme memiliki sifat dasar yaitu represif dan reaksioner.

Keberadaan militerisme di Papua sudah dimulai dengan masuknya penjajah Belanda, baru kemudian sifat reaksionernya muncul ketika Indonesia hadir di Papua. Militerisme Indonesia memulai aksinya di Papua paska TRIKORA 19 Desember 1961 dengan adanya seruan untuk memobilisasi umum rakyat Indonesia untuk membebaskan Papua Barat dari Belanda oleh Soekarno. Katanya membebaskan namun faktanya hari ini sedang menjajah.

Indonesia melalui kekuatan militer lewat penerapan kebijakan operasi militer yang pertama yaitu Operasi Mandala tahun 1961 dan berbagai operasi lain untuk melakukan teror, intimidari, pengejaran, pemenjarahan, pemerkosaan, pembunuhan, pembakaran fasilitas umum dan kampung, dan aksi kejahatan militer yang lainnya. Selain itu, Daerah Operasi Militer (DOM) melalui Operasi Koteka pada tahun 1970-an, Rakyat Papua dipaksa untuk mengenakan pakaian ala orang Indonesia yang terbuat dari kain.

Akibat Operasi Militer banyak rakyat Papua Barat yang telah menjadi korban. Hal dapat dilihat dari laporan Amnesty International yang mengemukakan bahwa telah terjadi pemusnahan terhadap lebih dari  100 ribu rakyat Papua Barat akibat kekejaman militer Indonesia.

Aksi militerisme ini terus terjadi di Papua hingga saat ini dalam era reformasi di Indonesia dan dilakukan untuk mempertahankan kepentingan pendudukan Indonesia di Papua dan melindungi kepentingan industri kapitalis milik negara-negara Imperialis untuk mengekploitasi kekayaan alam Papua.

Jalan Keluar

Tentu tidak mudah melawan sistem yang sudah sekian lama menghisap, menindas dan menjajah rakyat Papua untuk segera angkat kaki dari Tanah Papua. Butuh persatuan diantara rakyat melalui organisasi atau faksi perlawanan rakyat Papua yang ada dengan satu program perjuangan yang tegas dan kesadaran bersama tentang siapa sejatinya musuh rakyat Papua. Bagaimana segala daya upaya difokuskan pada kesatuan program perjuangan yang telah disepakati dan dijalankan bersama. Menghilangkan sikap ego dan klaimisme mutlak diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Memperjuangkan Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua merupakan satu-satunya tawaran solusi demokratis dalam penyelesaian persoalan Papua sebagai tahapan rakyat Papua untuk menentukan sikap hidup, apa tetap bersama Indonesia atau merdeka sendiri. Melalui mekanisme internasional yang dikenal dengan nama “REFERENDUM”. Dan harus diperjuangkan terus menerus oleh seluruh organisasi perlawanan rakyat Papua secara sinergis baik di Tanah Air Tercinta Papua, Indonesia dan dunia Internasional hingga cita-cita Pembebasan Sejati Rakyat Papua terwujud. Dan hari depan yang lebih baik dapat dinikmati oleh generasi Papua yang akan datang.

Apa yang saya uraikan secara umum diatas merupakan pandangan Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] yang memiliki platform perlawanan Anti Kolonialisme Indonesia, Anti Imperialisme dan Anti Militerisme. Sehingga turunannya dalam program perjuangan adalah memperjuangkan Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua sebagai syarat adanya demokratisasi bagi rakyat Papua, Tutup semua aktivitas perusahaan milik Imperialis ; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dll karena faktanya cuma menghisap , serta Tarik Militer [TNI-Polri] Organik-Nonorganik dari seluruh Tanah Papua sebagai biang terjadinya pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua.

Akhirnya, selamat menyonsong 50 Tahun Aneksasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semoga tulisan ini dapat membantu langkah kita kedepan.

Jayalah Rakyat Papua! Jayalah Perempuan Papua! Jayalah Mahasiswa Papua!  Jayalah seluruh Rakyat Papua!

Keep spirit… Salam!

Penulis adalah Ketua Komite Pimpinan Pusat AMP [Ketum KPP AMP]

06.00 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman