Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

KNPB : Stop Kriminalisasi KNPB Dan Hentikan Pembungkaman Ruang Demokrasi Di Papua

Written By Unknown on Jumat, 17 Mei 2013 | 22.55



Semua skenario pihak polisi menggambing hitamkan knpb sebagai aktor dan diangkap kami melakukan Kriminal berarti polda papua harus membuktikan degan dasar hukum yang jelas, jika tidak maka kami secara organisasi akan mengadukan tuduhan - tuduhan oleh polisi terhadap knpb sebagai organisasi pengacau dan kriminal.  Pada hal Polisi Aktor Utaman kekerasan di papua maka  kami akan megadu melalui proses hokum di mahkama Iternasional karena degan membatasi melarang kami demo  degan dasar yang tidak jelas dan kami bukan bagian dari Negara Kesatua Rebublik Indonesia (NKRI).Menyikapin peryataan Kapolres bintang papua edisi 16 Mei 2013 Kepolresta mengatakan bahwa KNPB tidak diijinkan untuk melakukan aksi demo degan alasan demo KNPB selalu kriminal, pada hal knpb tidak pernah melakukan kriminal namun  semua ini hanya scenario mereka ciptakan dalam demo damai knpb, lalu kami ditudu makar dan kriminal tanpa pembuktian atau dasar hukum yang jelas, maka kaplda melarang kami demo maka kami bukanlah bagian dari NKRI, dan kami akan melegalkan bahwa keberadaan Indonesia di papua sebagai penjajah ayang harus diusir keluar darai bumi papua barat.
Skenario dan Kiriminalisasi perjuangan suci rakyat Papua Barat bersama Komite Nasional Papua Barat KNPB sudah di bagun sejak tahun 2012 degan stikma berfariasi seperti Kriminal GPK Teroris dan Separatis bahkan sebagai gerakan teroris, pada hal smua kekersan adalah sekenario yang dibuat oleh aparat sendiri.
 Seperti kita ketahui tentetan peristiwa yang kita lihat bersam, dimana pada tanggal 1 Mei 2012, KNPB bersama Seluruh komponen perjuangan bersama seluruh rakyat papua barat menggelar aksi demo damai Yang dipimpin oleh Ketua satu KNPB  Almarhum Mako M Tabuni di kota jayapura, dalam Aksi demo damai yang di hadiri oleh ribuan rakyat papua di taman Imbi kota jayapura itu berjalan mulus, sejak dari pagi pada pukul 08.00 WPB  dari setiap titik masing-masing loncmak menuju kota jayapura, pada pukul 14 .00 masa tiba di jayapura degan aman .Masa aksi berkumpul di jantung kota jayapura melakukan orasi –orasi politik selama 3 jam lebih  sampai degan demo damai berakhir pada pukul 17.30 WPB .
Pada pukul 17.00 masa dari kota jayapura menggunakan truk tiba di kota abepura tepat di depan korem tiba-tiba di atas truk salah sastu anggota KNPB  atas Nama Trijoli Weya jatuh terkeletak di atas  truk mereka tumpangi  sehingga teman-teman   berda sama sama di atas truk mengangkat korban ternyata korban di tembak dari atas ruko milik orang jawa, di cek ternyata Trijoli Weya ditembak menggunakan senjata api,  snaifer dari atas ruko.  Setelah melihat teman mereka terjatu karena tertembak anggota KNPB berusaha membawa korban ke rumah sakit, sampai di rumah sakit korban sempat dipasang infuse namun saying korban menghembuskan nafas terakhirnya di rumah saskit akhirnya meninggal dunia. Jadi penembakan terhadap Trijoli Weya  ini dilakukan oleh aparat segaja memansing situasi supaya ribuan orang baru pulang aksi demo tersebut bias terpancing emosi supaya KNPB mudah dikiring sebagai oraganisasi kriminal , namun pada saat itu tidak berhasil.
Sekanario selanjutnya penembakan Misterius terjadi di kota jayapura, penembahkan –penembakan misterius ini korbanya juga beragam ada orang papua dan non papua baik rakyat sibil anggota TNI sampai anak sekolah, penembakan –penembahkan initerjadi pada siang hari dan malam hari, sejumlah penembahkan misterius tersebut terjadi dalam kota, para korban ada yang meninggal ada yang selamat, dari sejumlah penembahkan tersebut polisi tidak mampu mengungkap pelaku dibalik semua penembakan misterius tersebut.
Skenario berikutnya adalah penembakan terhadap warga jerman peristiwa ini terjadi di Pantai Base G Jayapura (29/5) sekitarpukul 10.00 WIT pada saat itu korban warga negar jerman bersama istrinya sedang mandi di sana., pada saat itu polisi mengatakan bahwa penembakan itu di lakukan oleh OTK. Semua penembakan tentetan terjadi hanya scenario polisi bian dan kopasus mengadu domaba orang papua.
Pada tanggal 4 juni KNPB melakukan aksi demo damai untuk mendesak polda papua segera mengungkap pelaku penembakan isterius yang terjadi  di kota jayapura, dan juga mengungkap pelaku penembakan  warga Negara Asing WNA namun polisi membolokade masa aksi di sentani dan membubarkan secara paksa, dalam insiden tersebut 3 orang anggota KNPB tewas ditembak oleh polisi dan puluhan lainya luka para, polisi memblokade masa dan membubarkan paksa hanya takut ketahuan kedok –kedok kejhatan atas penembak orang asing penembakan misterius di kota jayapura akhirnya untuk menutup kesalahan mereka harus memubarkan masa aksi yang menutut kedadilan pada saat itu.
Skenario Berikutnya Buchtar Tabuni  ditangkap pada 6 Juni 2012  degan tuduhan  bahwa  bersama 2 anggota lainya, atas kasus penembakan yang terjadi di sekitar Kota Jayapura, tetapi polisi tidak ada bukti keterlibatan Buctar Tabuni, sehingga mengenakan BUCHTAR TABUNI atas kasus pengrusakan Lapas Abepura yang sudah lama.
Berapa hari kemudia 2 anggota KNPB ditangkap di 2 tempat yang berbeda Kalvi Wenda ditangkap di bandara sentani dan Zakius Wakla ditangkap di salah satu hotel di kota jayapura, dari penagkapan tersebut Kalvin Wenda di tudu terlibat dalam penembahkan orang Jerman sedangkan zakius ditudu pembakarn mobil dan pembunuhan sopir di pekuburan waena namu dari pakta persidangan ke dua anggota KNPB tersebut tidak terbuti maka bebas demi Hukum.
Kemudian pada tanggal 14 juni Mako Tabuni ditudu aktor di baliksemua penembakan di jayapura dan termasuk orang jerman, tapa patak Mako Tabuni di tembak mati dan mengkiring KNPB sebagai oraganisasi criminal, penembahkan terhadap mako sebenarnya hanya suci tagan dari pihak aparat keamanan dalam hal ini polisi, atas semua penembahkan di papua pada saat itu, jadi dari semua kejadia ini kami menimpulkan bahwa penembakan misterius di jayapura termasuk orang jerman hanya scenario yang dilakukan oleh kopasu bin dan termasuk densus 88 yang membunuh mako sebagai tumbal atau suci tangan supaya degan muda menundu KNPB teroris dan kiriminal sehingga aktifitas perjugan damai yang dibagun oleh knpb dibunggam.
Sekenario yang lain penemuan penemuan bom disekeretariat KNPB wilayah baliem Wamena hayan rekayasa untuk kambing hitamkan knpb supaya akstifitas peruagan dan basis knpb di wamena tidak berjalan, sehingga penemuan bom di wamena tidak benar itu hanya orang mereka sendiri di pasa menyusup masuk dalam sekertariat knpb meletakan bom rakitan disana kemudia pada saat penyisiran polisi menemukan lalu menagkap aktivis KNPB pada hal knpb tidak pernah mengajarkan anggota merakit bom.
Kemudian penegkapan 6 aktifis KNPB di timika, mereka ditakap degan alas an sekertariat knpb wilayah timika ada simpat bom, namun dalam proses persidangan tidak terbukti maka dikiring degan kasus makar, namun kasus makar yang ditudukan kepada Steven Itlay Ketua KNPB wilayah timika dan 5 anggota lainya sampai saat ini masih dalam penjara.
Skenario berikutnya penemuan amunisi di daerah abepura dimana dari sekenario ini Deni Hisage Anike Kogoya Rendi  Hilapok dan salah satu anggota lainya ditangkap sampai saat ini masih di penjara atas scenario mereka lalu yang jadi korbana knpb, scenario –skenario ini dilakukan untuk mengkambing hitamkan KNPB, dgan mudah di tudu teroris. Kemudian penakapan berikutnya terhadap 2 aktfis KNPB di biak sampai saat ini berada dalam penjara.
Sekenario beriku penyerangan polsek prime hanya rekayasa oleh orang tertentu untuk membungkam dan membunuh anggota knpb, pada saat penyerangan polsek Pirime Almarhum Hubertus Mabel ada di kota wamena di kampunya namuan polisi dan densus 88 menundu Huber Terlibat dalam penyerangan tersebut sehingga Mereka (Polisi dan Densus 88 mebunuh Hubertus Mabel tanpa bukti atau praduga tak bersalah seharusnya di tangkap dan diadili proses hokum namun tanpa dasar hokum Yang jelas mereka menagkap Hubertus Mabel Ketua Komisariat Militan KNPB pusat di kamung halamanya tiggal bersama orangtuanya lalu di bunuh dalam perjalana menuju wamena kota.
Dari semua skenaro yang di buat dari tahun 2012 hanya untuk membunggam dan menggiring KNPB sebagai oraganisasi criminal, dan sknario ini terus terbagun oleh polda papua sampai saat ini, terbukti sangat jelas pada hari Senin tanggal 13 Mei 2013 KNPB bersama semua oraganisasi perjuangan sedang melakukan aksi demo damai namun polisi menjadi aktor terjadinya korban anggota kami serta beberapa anggota lainaya ditangkap, termasuk penagkapan Ketua Umum KNPB Victor Yeimo sebelumya sudar direncanakan dan membuat sekenario serupa sepeti sebelumnya, Kiki Kurnia dipasang oleh polda papua untuk mengkriminalisasi demo damai solidaritas atas korban 1 mei 2013, sebab terjadinya korban Anggota kami aktor dan pemicunya adalah polisi, karena polisi menabrak motor bersama masa aksi degan menggunakan moboil dalmas yang dipenuhi anggota polisi bersama kepala OPS Kiki Kunia, dan ini scenario untuk mengkap Ketua Umum KNPB dan mengkiring KNPB sebagai criminal,
Upaya upaya ini dibagun sejak awal tahun 2012 hanya trik aparat kepolisian untuk membunggam dan mengkambing hitamkan gerakan  perjuagan damai yang dibagun, oleh kami KNPB untuk penentuan nasib sendiri.  Dan juga hal ini dilakukan supaya Polisi mudah dan  lebih leluasa menudu  dan melakukan penembakan serta penangkapan terhadap pengurus dan anggota knpb dan juga  membatasi ruang gerak KNPB  melakukan aksi demo damai seperti kita lihat sagat jelas,  degan stekmen stekmen polda kepada media masa bahwa  KNPB dilarang untuk demo di papua degan alasan yang tidak jelas
Dari semua rentetetan peristiwa ateu skenari tersebut yang jadi korban hari ini sejumlah anggota dimana 20 lebih anggota KNPB tewas dan 50-an pengurus dan anggota berada dalam penjara. Untuk iti Kapolda papua terus menkiring kami sebagi kriminal kami akan menempu jalur hukum atas semua korban-korban  anggota KNPB yang di tembak seperti penembakan terhadap Ketua 1 Mako Tabuni dan Penembakan Hubertus Mabel atas peraduaga tak bersala, dan kami juga minta kepda polda papua bukti-bukti hukum atas tuduhan yang selalu dialamatkan bahwa KNPB seakan –akan organisasi kriminal kami akan menempul jalur hukum di mahkama Internasional untuk mebuktikan sipa yang salah dan siapa yang benar.
  1. Mendesak Pemerintah Rebublik Indonesia dan Polda papua serta Kejaksaan tinggi untuk segera membebaskan seluruh tahanan poltik di papua pada umumya dan lebih Khusu Ketua Umum KNPB Victor Yeimo dan selurah anggota KNPB yang ditahan saat ini masi berada dalam penjara, baik yang ada di Sorong, Biak, dan Timika,  Wamena  Jayapura karena adanya jaminan kebebasan berekspresi yang telah diatur di dalam konstitusi Negara ini, beserta intrumen internasional yang sudah di ratifikasi oleh Indonesia,
  2. Stop dan hetikan kriminalisasi KNPB dan membuka ruang demokrasi di papua barat "Sesuai dengan ketentuan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, ketentuan UU tersebut. Sebab UU ini memberikan hak kepada setiap individu baik sendiri-sendiri atau berkelompok untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum, termasuk dengan cara berdemonstrasi."
  3. Mendesak kepada pelapor khusus  HAM PBB masuk ke Papua untuk memantau langsung situasi kekerasan aparat NKRI terhadap rakyat sipil Papua,
  1. Kami Mendesak pemerintah Indonesia segera membuka akses Jurnalis Internasional masuk ke papua
  2. Kami Mendukung kantor Free West Papua campaign di Oxford UK,
  3. Kami butuh dukungan penuh saudara-saudari  dari forum Melanesian Speader Group (MSG).
By . Ones Suhuniap
Sekertaris Umum KNPB
Sumber : www.papuapost.com 



22.55 | 0 komentar

Aksi 13 Mei Murni Tuntut Keadilan Masalah HAM di Papua

Written By Unknown on Rabu, 15 Mei 2013 | 20.15


Beberapa elemen yang tergabung dalam Solidariotas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, saat jumpa pers di Abepura (Jubi/Eveerth)
Beberapa elemen yang tergabung dalam Solidariotas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, saat jumpa pers di Abepura (Jubi/Eveerth)
Jayapura — Solidaritas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, menyatakan aksi Senin, t 13 Mei 2013 adalah murni menuntut keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di bumi Cenderawasih. Namun aksi ini dilarang oleh aparat Kepolisian.
Seperti diketahui sebelumnya, Aksi Peringatan 1 Mei 2013 yang oleh Rakyat Papua dikenang sebagai Hari Peringatan 50 Tahun Aneksasi Wilayah Papua Barat (New Guinea) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sempat diperingati secara berbeda di beberapa tempat.
Namun dalam aksi-aksi peringatan itu, pihak aparat keamanan Indonesia (TNI/Polisi) telah melakukan rangkaian tindakan represif dan brutal terhadap setiap aksi yang dilakukan di beberapa daerah seperti, Sorong, Fak-fak, Biak, Nabire dan Timika.
“Pihak keamanan RI seolah berpegang teguh pada landasan klasik yang terus menjadi kontroversi hingga saat ini bahwa pada 1 Mei 1963 silam, Papua telah bergabung kembali ke dalam pangkuan Ibu pertiwi. Karena itu, otoritas wilayah NKRI mutlak harga mati dan tidak bisa diganggu gugat,”
ujar Wim Rocky Medlama, selaku Juru Bicara KNPB, di Abepura, Rabu(15/5).
Dijelaskan, pada malam menjelang peringatan hari Aneksasi 1 Mei 2013 di Sorong misalnya, sempat terjadi peristiwa tragis yang memakam korban. Dimana pihak keamanan Indonesia (gabungan Polisi/TNI) pada Jumat malam, 30 April 2013, telah melakukan penyerangan membabi buta terhadap warga Papua di sebuah kompleks di Aimas Sorong.
“Dalam aksi penyerangan itu, sejumlah warga mengalami luka-luka, termasuk dua orang Papua berusia muda tewas di tempat kejadian. Mereka adalah Abner Malagawa (20 thn) dan Thomas Blesia (28 thn) yang tewas akibat timah panas yang menerjang tubuh mereka,”
jelasnya.
Sedangkan seorang perempuan bernama Salomina Klaibin (37 thn) yang juga tertembus peluru, akhirnya meninggal dunia setelah sempat kritis saat menjalani operasi mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya pada salah satu rumah sakit di Sorong.
“Menanggapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia di berbagai wilayah Papua pada peringatan 1 Mei 2013, terlebih peristiwa tragis di Aimas Sorong, sejumlah aktivis Papua di Jayapura yang terdiri dari para pemuda dan mahasiswa lalu melakukan pertemuan koordinasi secara berturut-turut di beberapa tempat di sekitar Abepura. Pertemuan koorrdinasi kemudian lebih dititik beratkan pada upaya menanggapi peristiwa berdarah yang terjadi di Aimas Sorong,”
paparnya.
Dari sekian pertemuan yang dihadiri para aktivis yang berasal dari sejumlah organ gerakan dan organisasi mahasiswa, dihasilkan kesepakatan agar perlu menyikapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia atas rakyat Papua di Sorong dan beberapa daerah lain melalui aksi solidaritas peduli HAM.
“Aksi solidaritas dimaksud rencananya dilakukan dalam bentuk pemberian pernyaatan pers bersama dengan mengundang wartawan kemudian nantinya akan dilanjutkan dengan aksi protes bersama (demonstrasi massa) ke kantor MRP, DPRP atau ke Kantor Gubernur Papua,”
katanya.
Setelah melewati berbagai tahapan koordinasi, katanya, guna memuluskan rencana aksi demo pada Senin 13 Mei 2013, tim solidaritas aksi lalu membuat surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan kepada pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan Kepolisian Resort Kota Jayapura. Surat itu kemudian dimasukan pada Jumat 10 Mei.
Dalam surat yang dimasukan ke pihak kepolisian itu, di dalamnya tertera beberapa nama penanggung jawab aksi seperti; Yason Ngelia dan Septi Maidodga selaku perwakilan BEM-MPM Uncen, Bovit Bofra selaku ketua Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P), Victor Yeimo sebagai ketua Komite Nasional Papua Barat/KNPB) dan Marthen Manggaprouw dari perwakilan West Papua National Autority (WPNA).
Kemudian, pada sore harinya dilanjutkan dengan pertemuan koordinasi lanjutan antara para aktivis yang tergabung dalam rencana aksi solidaritas.
Satu hari selepas surat pemberitahuan pelaksaan aksi dimasukan, pihak Polda Papua melalui staf bidang Intelijen dan keamanan (Intelkam) lalu menghubungi via phone dan meminta perwakilan penanggung jawab aksi untuk dapat bertemu direktur Intelkam Polda perihal aksi yang bakal digelar.
Bovit Bofra dan Yason Ngelia selaku perwakilan penanggung jawab aksi lalu memenuhi panggilan Markas Polda Papua yang berada di jantung Kota Jayapura, Sabtu 11 Mei, jam 09 pagi. Mereka bertemu direktur Bidang Intelkam Polda Papua Kombes (Pol) Yakobus Marzuki.
Dalam pertemuan kecil yang berlangsung cukup alot dan tegang di ruang Direktur Intelkam Polda, Kombes Yakobus Marzuki meminta mereka mengklarifikasi rencana aksi yang bakal digelar.
“Selain mempersoalkan keabsahan organ-organ yang tergabung dalam aksi solidaritas karena keberadaanya tidak terdaftar di Badan Kesbangpol. Pihak Polda juga mempersoalkan surat pemberitahuan rencana aksi yang dianggap terlalu mempolitisasi keadaan karena berpotensi mengganggu ketenteraman masyarakat (kantibmas),”
ucapnya.
Sebab dalam isi surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan ke Polda Papua dan Polresta Jayapura itu disebutkan bahwa kasus penyerbuaan yang dilakukan pihak aparat gabungan TNI-Polisi di Aimas Sorong sebagai sebuah “tragedi kemanusiaan” karena menyebabkan rakyat sipil Papua menjadi korban.
Istilah “tragedi’ dalam isi surat itu menurut direktur Intelkam Polda Kombes Yakobus Marzuki) sangat tidak mendasar dan tidak bisa diterima. Sebaliknya, menurut dia, aksi yang dilakukan oleh aparat keamanan itu sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Menurut dia, kelompok yang menjadi sasaran penyergapan di Aimas Sorong itu terindikasi kuat bakal membahayakan stabilitas keamanan Negara Indonesia lewat peringatan 1 Mei 2013. Setelah menyampaikan statemen demikian, Direktur Intelkam Polda Papua kemudian mengeluarkan selembar surat penolakan pelaksanaan aksi yang berlangsung pada Senin 13 Mei 2013.
Cuma saja, dalam isi surat penolakan itu hanya disebutkan nama Victor Yeimo selaku ketua KNPB yang menjadi penanggung jawab aksi. Padahal sesuai surat pemberitahuan aksi sebelumnya, jelas tercamtum beberapa nama penanggung jawab aksi yang mewakili organisasi mereka masing-masing.
Selain itu, Direktur Intelkam juga menegaskan sikap Gubernur Papua Lukas Enembe, yang mengatakan bahwa aksi-aksi demonstrasi hanya akan menghambat proses pembangunan di Papua. Menanggapi peryataan itu, Bovit dan Yason lalu mengklarifikasi isi surat penolakan dari Polda Papua itu dan maksud rencana aksi yang hendak dilakukan. Namun tetap terjadi tawar menawar dengan berbagai argumentasi selama kurang lebih 20 menit.
Karena tidak ada kesepakatan bersama, akhirnya Bovit Bofra dan Yason Ngelia dengan terpaksa menegaskan komitmen mereka bahwa sesuai kesepakatan, aksi tetap akan dilakukan pada Senin 13 Mei 2013.
Namun, Direktur Intelkam juga menanggapi dengan menegaskan bahwa pihaknya (Polda Papua) tetap tidak mengijinkan dan menghendaki aksi itu dilakukan. Bila aksi tetap dipaksakan, para penanggung jawab aksi beserta massa yang terlibat siap menghadapi segala resiko yang terjadi, termasuk konsekuensi hukumnya. (Jubi/Eveerth)
May 15, 2013,20:33,TJ
20.15 | 0 komentar

Direktur MSG : Representasi Papua Barat ( Di MSG ) Akan Diselesaikan Segera Bulan Depan


Kantor pusat MSG di Port Villa, Vanuatu (Dok MSG)
Kantor pusat MSG di Port Villa, Vanuatu (Dok MSG)
Jayapura – Melanesia digambarkan oleh Direktur Jenderal Melanesian Spearhead Group, Mr Peter Forau sebagai wilayah yang memiliki potensi sumberdaya alam sangat besar, yang nantinya harus diperhitungkan oleh masyarakat internasional.
“Sumber daya alam di Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Fiji dan Kaledonia Baru sangat besar potensinya. Sekalipun Kaledonia Baru dan Papua Barat masih menjadi koloni, para Kanaks sudah terwakili dalam MSG oleh Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS), sedangkan representasi Papua Barat akan diselesaikan segera, bulan depan.”
kata Peter Forau kepada Jubi melalui email yang diterima redaksi Jubi, Rabu (15/5).
“Kekuatan MSG harus diperhitungkan saat dua wilayah terjajah menjadi independen secara politik di masa depan”
lanjut Forau.
Dalam lingkup Forum Kepulauan Pasifik (PIF), keberadaan MSG sudah sangat diperhitungkan. Negara-negara anggota MSG sangat mempengaruhi pengambilan keputusan di Kepulauan Pasifik yang neotebene menyangkut negara-negara anggota MSG. Contohnya, ketika Fiji tidak hadir dalam Rapat Forum pada tahun 2011 untuk membahas PACER PLUS, Dr Roman Grynberg menyatakan bahwa Forum tidak bisa melanjutkan pembahasan tanpa Fiji. Dr Grynberg secara tidak langsung menyatakan bahwa Forum Kepulauan Pasifik membutuhkan anggota MSG untuk mengatasi masalah dalam lingkup Melanesia. Termasuk masalah dekolonisasi Kaledonia Baru dan yang terbaru ini adalah Papua Barat.
Lawson Samuel, seorang analis politik independen dari Vanuatu, dalam artikelnya di situs pacificpolitics.com, mengatakan MSG sebenarnya membantu Forum Kepulauan Pasifik untuk memimpin pergerakan isu-isu tertentu yang penting seperti kemerdekaan Kaledonia Baru dan Papua Barat. Secara historis, MSG didirikan untuk mendukung dekolonisasi Kaledonia Baru dan baru-baru ini, Papua Barat. Agar efektif, MSG harus terlibat dengan pemerintahan di lingkup regional seperti Pacific Islands Forum dan mitra internasional di tingkat bilateral dan multilateral untuk menyebarkan pesan dan dukungan bagi FLNKS dan Papua Barat.
“Dukungan regional dan dukungan internasional diperlukan dan hanya dapat dicapai bila ada komitmen untuk mengatasi masalah ini di tingkat sub-regional dan tingkat internasional. Skretariat MSG juga telah membuat perwakilan FLNKS di Kantor Pusat MSG di Port Vila, Vanuatu untuk menjaga isu-isu tentang Kaledonia Baru dan FLNKS. Sehingga sangat mungkin Juni 2013 nanti, Papua Barat akan menjadi anggota penuh MSG.”
kata Lawson. (Jubi/Victor Mambor)
May 15, 2013,20:46,TJ
20.00 | 1 komentar

Kronologis Pembubaran, Penangkapan dan Penganiaayaan Aktivis Papua Oleh Polisi


VICTOR F YEIMO, KETUA UMUM KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB) KETKA DIBAWA KE MOBIL POLISI (FOTO: IST)
VICTOR F YEIMO, KETUA UMUM KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB) KETKA DIBAWA KE MOBIL POLISI (FOTO: IST)
Laporan : Julian  Howai*
Pendahuluan
Seperti diketahui sebelumnya, aksi peringatan 1 Mei 2013 yang oleh Rakyat Papua dikenang sebagai Hari Peringatan 50 Tahun Aneksasi Wilayah Papua Barat (New Guinea) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sempat diperingati secara berbeda di beberapa tempat.
Namun dalam aksi-aksi peringatan itu, pihak aparat keamanan Indonesia (TNI/Polisi) telah melakukan rangkaian tindakan represif dan brutal terhadap setiap aksi yang dilakukan di beberapa daerah seperti, Sorong, Fak-fak, Biak, Nabire dan Timika.
Pihak keamanan RI seolah berpegang teguh pada landasan klasik yang terus menjadi kontroversi hingga saat ini bahwa pada 1 Mei 1969 silam, Papua telah bergabung kembali ke dalam pangkuan Ibu pertiwi. Karena itu, otoritas wilayah NKRI mutlak harga mati dan tidak bisa diganggu gugat!
Pada malam menjelang peringatan hari Aneksasi 1 Mei 2013 di Sorong misalnya, sempat terjadi peristiwa tragis yang memakam korban. Dimana pihak keamanan Indonesia (gabungan Polisi/TNI) pada Jumat malam tangal 30 April 2013, telah melakukan penyerangan membabi buta terhadap warga Papua di sebuah kompleks di Aimas Sorong.
Dalam aksi penyerangan itu, sejumlah warga mengalami luka-luka, termasuk 2 orang Papua berusia muda tewas di tempat kejadian. Mereka adalah Abner Malagawa (20 thn) dan Thomas Blesia (28 thn) yang tewas akibat timah panas yang menerjang tubuh mereka.
Sedangkan seorang perempuan bernama Salomina Klaibin (37 thn) yang juga tertembus peluru, akhirnya meninggal dunia setelah sempat kritis saat menjalani operasi mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya pada salah satu rumah sakit di Sorong.
Menanggapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia di berbagai wilayah Papua pada peringatan 1 Mei 2013, terlebih peristiwa tragis di Aimas Sorong, sejumlah aktivis Papua di Jayapura yang terdiri dari para pemuda dan mahasiswa lalu melakukan pertemuan koordinasi secara berturut-turut di beberapa tempat di sekitar Abepura.
Pertemuan koorrdinasi kemudian lebih dititik beratkan pada upaya menanggapi peristiwa nerdarah yang terjadi di Aimas Sorong. Dari sekian pertemuan yang dihadiri para aktivis yang berasal dari sejumlah organ gerakan dan organisasi mahasiswa, dihasilkan kesepakatan agar perlu menyikapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia atas rakyat Papua di Sorong dan beberapa daerah lain melalui aksi solidaritas peduli HAM.
Aksi solidaritas dimaksud rencananya dilakukan dalam bentuk pemberian pernyaatan pers bersama dengan mengundang wartawan kemudian nantinya akan dilanjutkan dengan aksi protes bersama (demonstrasi massa) ke kantor MRP, DPRP atau ke Kantor Gubernur Papua.
Setelah melewati berbagai tahapan koordinasi, guna memuluskan rencana aksi demo pada Senin 13 Mei 2013, tim solidaritas aksi lalu membuat surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan kepada pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan Kepolisian Resort Kota Jayapura. Surat itu kemudian dimasukan pada Jumat 10 Mei.
Dalam surat yang dimasukan ke pihak kepolisian itu, di dalamnya tertera beberapa nama penanggung jawab aksi seperti; Yason Ngelia dan Septi Maidodga selaku perwakilan BEM-MPM Uncen, Bovit Bofra selaku ketua Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P), Victor Yeimo sebagai ketua Komite Nasional Papua Barat/KNPB) dan Marthen Manggaprouw dari perwakilan West Papua National Autority (WPNA).  Kemudian, pada sore harinya dilanjutkan dengan pertemuan koordinasi lanjutan antara para aktivis yang tergabung dalam rencana aksi solidaritas.
Satu hari selepas surat pemberitahuan pelaksaan aksi dimasukan, pihak Polda Papua melalui staf bidang Intelijen dan keamanan (Intelkam) lalu menghubungi via phone dan meminta perwakilan  penanggung jawab aksi untuk dapat bertemu direktur Intelkam Polda perihal aksi yang bakal digelar.
Bovit Bofra dan Yason Ngelia selaku perwakilan penanggung jawab aksi lalu memenuhi panggilan Markas Polda Papua yang berada di jantung Kota Jayapura, Sabtu 11 Mei, jam 09 pagi. Mereka bertemu direktur Bidang Intelkam Polda Papua Kombes (Pol) Yakobus Marzuki.
Dalam pertemuan kecil yang berlangsung cukup alot dan tegang di ruang direktur intelkam Polda, Kombes Yakobus Marzuki meminta mereka mengklarifikasi rencana aksi yang bakal digelar. Selain mempersoalkan keabsahan organ-organ yang tergabung dalam aksi solidaritas karena keberadaanya tidak terdaftar di Badan Kesbangpol.
Pihak Polda juga mempersoalkan surat pemberitahuan rencana aksi yang dianggap terlalu mempolitisasi keadaan karena berpotensi mengganggu ketenteraman masyarakat (kantibmas). Sebab dalam isi surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan ke Polda Papua dan Polresta Jayapura itu  disebutkan bahwa kasus penyerbuaan yang dilakukan pihak aparat gabungan TNI-Polisi di Aimas Sorong sebagai sebuah “tragedi kemanusiaan” karena menyebabkan rakyat sipil Papua menjadi korban.
Istilah “tragedi’ dalam isi surat itu menurut direktur Intelkam Polda Kombes Yakobus Marzuki) sangat tidak mendasar a dan tidak bisa diterima. Sebaliknya, menurut dia, aksi yang dilakukan oleh aparat keamanan itu sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Lagipula, menurut dia, kelompok yang menjadi sasaran penyergapan di Aimas Sorong itu terindaikasi kuat bakal membahayakan stabilitas keamanan Negara Indonesia lewat peringatan 1 Mei 2013. Setelah menyampaikan statemen demikian, direktur Intelkam Polda Papua kemudian mengeluarkan selembar surat penolakan pelaksanaan aksi yang berlangsung pada Senin 13 Mei 2013.
Cuma saja, dalam isi surat penolakan itu hanya disebutkan nama Victor Yeimo selaku ketua KNPB yang menjadi penanggung jawab aksi. Padahal sesuai surat pemberitahuan aksi sebelumnya, jelas tercamtum beberapa nama penanggung jawab aksi yang mewakili organisasi mereka masing-masing.
Selain itu, direktur Intelkam juga menegaskan sikap Gubernur Papua Lukas Enembe, yang mengatakan bahwa aksi-aksi demonstrasi hanya akan menghambat proses pembangunan di Papua. Menanggapi peryataan itu, Bovit dan Yason lalu mengklarifikasi isi surat penolakan dari Polda Papua itu dan maksud rencana aksi yang hendak dilakukan. Namun tetap terjadi tawar menawar dengan berbagai argumentasi selama kurang lebih 20 menit.
Karena tidak ada kesepakatan bersama, akhirnya Bovit Bofra dan Yason Ngelia dengan terpaksa menegaskan komitmen mereka bahwa sesuai kesepakatan, aksi tetap akan dilakukan pada Senin 13 Mei 2013.
Namun, direktur Intelkam juga menanggapi dengan menegaskan bahwa pihaknya (Polda Papua) tetap tidak mengijikan dan menghendaki aksi itu dilakukan. Bila aksi tetap dipaksakan, para penanggung jawab aksi beserta massa yang telibat siap menghadapi segala resiko yang terjadi, termasuk konsekuensi hukumnya.
Pelaksanaan Aksi
Selepas pertemuan yang tidak mencapai kata sepakat dengan direktur Intelkam Polda Papua Kombes (Pol) Yakobus Marzuki, para aktivis yang tergabung dalam aksi solidaritas kembali melanjutkan pertemuan koordinasi pemantapan aksi, meski pihak kepolisian tidak merestui pelaksanaan aksi.
Selanjutnya, sesuai koordinasi akhir pada hari minggu malam tanggal 12 Mei 2013, para penanggung jawab aksi telah bersepakat bahwa permulaan aksi untuk mengorganisir massa sebelum menuju kantor MRP akan dipusatkan di dua lokasi berbeda; di depan Gapura Kampus Universitas Cenderasih (Uncen) Abepura dan Gapura Kampus Uncen Waena.
Tiba pada hari Senin 13 Mei 2013, aksi di dua tempat berbeda tersebut dimulai saat massa berkumpul pada jam 06.30 waktu Jayapura (Papua). Pelaksanaan aksi didukung sejumlah atribut seperti; megaphone dan spanduk. Di depan Gapura Uncen Abepura, aksi dimulai dengan beberapa orang mahasiswa menutup pintu pagar masuk-keluar kampus sehingga melumpuhkan aktivitas perkuliahan.
Demikian halnya yang terjadi di areal jalan raya menuju Kampus Uncen Waena. Mahasiswa yang tergabung dalam aksi solidaritas juga menurunkan palang yang biasanya dipakai merintangi jalan raya menuju Kampus Uncen Waena.
Aksi di kedua tempat yang hampir dilakukan secara bersamaan itu lalu dilanjutkan dengan orasi-orasi dari para mahasiswa secara bergantian untuk mengumpulkan massa aksi. Massa yang terkonsentrasi di depan Gapura Kampus Uncen Waena dikoordinir Yason Ngelia, Bovit Bofra dan Marthen Manggaprouw.
Sedangkan aksi di depan Gapura Kampus Uncen Abepura dikoordinir Septi Maidodga dan Agus Kadepa yang tampil percaya diri mengenakan jas almamater Uncen berwarna kuning.
Sementara para mahasiswa sedang melakukan orasi secara bergantian di bawah Gapura Kampus Uncen Waena, datang Pembantu Rektor (PR) III Bidang Kemahasiswaan, Drs. Paulus Homer dan Pembantu Dekan (PD) III FISIP Uncen, Drs. Yan Piet Morin untuk bernegosiasi dengan Yason Ngelia selaku koordinator aksi.
Pada saat itu PR III meminta Yason harus membubarkan massa karena aksi yang dilakukan dirasa mengganggu aktivitas perkuliahan. Sempat terjadi tawar menawar, namun Yason beserta massa yang ada ngotot untuk melaksanakan aksi.
Tidak lama berselang, sekitar pukul 09.15, dua buah mobil baracuda dan sejumlah truck Dalmas Polresta Jayapura yang di dalamnya dipenuhi puluhan anggota brimob serta beberapa mobil polisi yang diiringgi bunyi sirene yang meraung-raung tiba-tiba muncul dari arah Abepura dan berhenti di pinggir badan jalan beberapa meter dari gapura. Dari dalam sebuah mobil keluar Kabag Operasi Polresta Jayapura, Komisaris Polisi (Kompol) Kiki Kurnia didampingi anak buahnya.
Melihat Kabag Ops keluar dari mobil, Yason dengan serta-merta berteriak kepada massa; “mari teman-teman kita berikan sambutan kepada sang provokator yang datang,” disertai tepukan tangan bermotif mengejek. Kompol Kiki Kurnia lalu mendekat dan menyapa PR III Uncen Paulus Homer, PD III Fisip Uncen Yan Piet Morin, kemudian berlanjut ke Yason dan teman-temannya.
Setelah itu, PR III Paulus Homer meminta Kiki Kurnia selalu pihak kepolian membantu bernegosiasi dengan mahasiswa agar membuka palang. Kiki selanjutnya meminta ijin dan memberi komando kepada anak buahnya untuk mendekat membuka palang. Melihat hal ini, Yason lalu mengarahkan  massa untuk mengambil jarak, berlindung di balik jeruji pagar kampus. Bersamaan pula sempat terjadi perdebatan dengan PR III Paulus Homer karena telah mengijinkan polisi membuka palang.
Ketika dilakukan upaya negosiasi, massa KNPB yang berjumlah 30-an orang dengan dipandu mobil komando yang dikoordinir Victor Yeimo, berjalan dari arah asrama Putra Uncen sambil membawa spanduk lalu bergabung dengan 50-an mahasiswa yang tadinya sudah berkumpul di bawah gapura.
Victor Yeimo lalu menyampaikan orasinya dan jumlah massa pun semakin membludak hingga hampir 100-an orang. Melihat massa yang terus bertambah, Kiki Kurnia lantas memberi peringatan tegas kepada massa bahwa polisi akan menahan mobil komando (mobil pemandu aksi). Tapi Victor Yeimo yang sedang berorasi, berkata dengan tegas bahwa mobil komando bagian dari perangkat aksi sehingga polisi tidak berhak membawanya.
Selanjutnya sempat terjadi adu mulut antara Victor dengan Kabag Ops Kompol Kiki Kurnia sehingga massa juga makin larut dalam ketengangan dengan polisi. Melihat situasi ini, Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare yang pada saat bersamaan tiba di lokasi lalu berupaya menenangkan massa dengan pernyataan-pernyataan bernada datar (diplomatis).
Tetapi pada saat bersamaan, Kiki Kurnia juga memerintahkan anak buahnya untuk mengambil alih mobil pemandu aksi dari massa lalu membawa mobil itu ke arah pohon ketapang yang tegak berdiri tak jauh dari gapura. Namun massa bersama beberapa penanggung jawab aksi yang marah mendesak agar mobil komando tidak ditahan. Kapolresta pun menanggapinya dengan memberi jaminan kalau mobil komando (pemandu aksi) tidak akan ditahan.
Setelah itu, Kapolresta AKBP Alfred Papare berupaya bernegosiasi kembali dengan penanggung jawab aksi agar sebaiknya aksi tidak dilakukan dengan massa yang banyak menuju MRP. Tetap cukup dengan mengutus 10 orang perwakilan dari penanggung jawab aksi untuk bertemu pimpinan MRP guna menyampaikan aspirasi.
Soalnya, kata Kapolresta, pihaknya melalui Polda Papua semalam (hari mingggu malam tanggal 12 Mei) telah berkoordinasi dengan pimpinan MRP terkait rencana aksi demo masyarakat ke lembaga kultural ini.
Lagi menurut Kapolresta, para anggota MRP telah memberi sinyal bahwa mereka hanya mau menerima 10 orang perwakilan massa. Sebab ada kekuatiran jika massa dalam jumlah besar berdemo ke kantor MRP, akan berakibat dirusaknya fasilitas di kantor ini.
Mendengar penjelasan Kapolresta, penanggung jawab aksi dan massa tetap ngotot untuk berjalan bersama-sama menuju kantor MRP tanpa harus menggutus perwakilan. Soal ini sempat terjadi tawar menawar antara Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare dan Kabag Ops Kompol Kiki Kurnia, dengan penanggung jawab aksi.
Dalam situasi ini, orasi masih terus dilakukan secara bergantian disertai tawar menawar. Namun Kapolresta Alfred Papare menegaskan bahwa massa tidak diijinkan melakukan long mars ke kantor MRP. Mendengar penegasan Kapolresta, massa lalu mendesak agar Kapolrestas harus menyiapkan kendaraan yang dapat ditumpangi ke kantor MRP. Namun karena tidak ada kendaraan lain untuk ditumpangi, Kapolresta menawarkan dengan memerintahkan anak buahnya yang berada di dalam truck untuk turun karena truck akan mengangkut massa ke MRP.
Namun tawaran Kapolresta tidak diinginkan oleh Victor Yeimo yang saat itu masih mengendalikan pengeras suara. Mendengar penolakan itu, Kapolresta meminta massa bersabar sekitar 20 menit karena polisi sedang mengupayakan truck lain untuk ditumpangi massa ke MRP.
Polisi kemudian berhasil membawa 2 truck biasa ke arah gapura dan tidak lama kemudian Victor Yeimo lalu mengkoordinir massa untuk naik secara tertib ke truck yang telah disediakan. Saat itu massa yang menyatu di depan Gapura Uncen juga membawa foto-foto korban penembakan di Aimas Sorong dan beberapa spanduk yang bertuliskan: “Kami Menuntut Pangdam, Kapolda, Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat Bertanggung Jawab Atas Tragedi penembakan di Aimas Sorong; Mendesak Dibukanya Akses bagi Pelapor Khusus PBB ke Papua; Kami Butuh Dukungan dari Negara-negara Melanesia Pasifik atas Saudara-saudara di Papua; Rakyat Papua Mendukung Pembentukan Kantor Perwakilan Free West Papua Campaign di Oxford Inggris.”
Setelah truck yang hendak ditumpangi terisi penuh, massa yang tidak menumpang truck diarahkan untuk dapat menggunakan motor agar membentuk iring-iringan kendaraan. Namun polisi tidak mengijinkan massa yang menggunakan motor untuk beriring-iringan bersama truck.
Akhirnya massa yang menggunakan motor diarahkan melewati jalan Asrama Putri dan selanjutnya menunggu di depan jalan masuk perumahan dosen Uncen Otto Wospakrik. Sementara massa yang menggunakan truck bergerak perlahan. Namun saat iring-iringan truck penuh massa tiba di jembatan depan Gereja Advent yang berjarak 50 meter dari gapura tempat awal massa terkonsentrasi, sempta terjadi kisruh yang disebabkan oleh polisi.
Akibatnya, ada sebagian massa yang sudah berada diatas truck terpancing dan melompat keluar seraya berupaya berlindung dari serbuan anggota polisi dan brimob yang memang sengaja ingin membubarkan massa.
Marthen Manggaprouw yang adalah salah satu penanggung jawab aksi berupaya menenangkan masa yang kocar kacir tetapi gagal. Sejumlah massa lalu melempar para polisi dengan batu.
Aksi saling serang, baku pukul dan baku tarik pun terjadi. Dalam suasana kisruh, beberapa penanggung jawab aksi diantaranya; Victor Yeimo (30-an thn), Marthen Manggaprouw (30-an thn) dan dua orang mahasiswa bernama Yongki Ulimpa (20-an thn)  dan Elly Kobak (20-an thn) ditangkap, dipukul, dan diseret polisi ke dalam mobil tahanan. Sementara massa yang lain  lari menyelamatkan diri.
Markus Giban (20-an thn) seorang mahasiswa yang sedang mengendarai motor disekitar lokasi huru hara juga mengalami tabrakan dari truck Dalmas Polresta.
Tangannya patah dan dia juga sempat dipukul polisi. Beberapa menit kemudian, situasi kembali tenang. Namun jumlah personel polisi dan brimob bersenjata lengkap atau memegang rotan, hingga personil keamanan yang berpakaian preman makin bertambah di sekitar lokasi aksi.
Setelah melalui negosiasi dengan Kapolresta, massa lalu diarahkan kembali menaiki 2 truck dan mobil komando untuk menuju kantor MRP di Kotaraja. Setelah itu iringan-iringan kendaraan pun melaju menuju kantor MRP dengan dikawal ketat 2 mobil barracuda, 10 truck Dalmas yang didalamnya memuat polisi dan brimob serta beberapa kendaraan polisi yang lain.
Massa yang dikawal aparat keamanan dari Perumnas 3 tiba di MRP sekitar pukul 12.10 WP. Sementara mobil yang membawa keempat tahanan: Victor Yeimo, Marthen Manggaprouw, Yongki Ulimpa dan Elly Kobak terus bergerak menuju Markas Polresta Jayapura.
Sesampai di Mapolresta Jayapura, Victor Yeimo bersama kawan-kawan yang ditahan sempat memberitahukan keberadaan via sms bahwa mereka telah dipukul oleh para anggota polisi. Sedangkan massa yang berjumlah 40-an orang dari gabungan mahasiswa Uncen dan mahasiswa Umel Mandiri yang terkonsentrasi di gapura Uncen Abepura tidak bisa bergerak ke kantor MRP. Mereka dihadang puluhan personil polisi dan brimob yang dikoordinir Kapolsek Abepura AKP Decky Wow di depan pagar gapura Uncen abe.
Upaya negosiasi dengan Kapolsekta Decky Wow telah dilakukan Septi Maidodga selaku koordinator aksi agar polisi membiarkan mereka bergerak ke kantor MRP dengan cara melakukan long mars atau menumpang kendaraan. Namun permintaan itu ditolak dengan alasan kalau mereka melakukan long mars akan mengganggu lalu lintas kendaraan di sekitar Abepura dan Kotaraja.
Sebaliknya, Kapolsek Abepura, Decky Wow, menyarankan agar Septi Maidodga dan rekan-rekannya tetap bertahan saja di bawah gapura Uncen Abe sambil terus berorasi, setelah itu mereka dapat membubarkan diri dengan tertib. Mendengar penegasan Kapolsek Abepura, Septi bersama massa yang juga membawa sebuah spanduk yang berisi kecaman terhadap Pemerintah dan aparat keamanan tetap bertahan sambil terus berorasi secara bergantian.
Sementara massa yang berjumlah 70-an orang yang sudah memasuki halaman kantor MRP dikawal ketat oleh aparat polisi dan brimob yang berjejer melingkar mengelilingi halaman dalam. Sedangkan di halaman luar pinggir jalan raya, puluhan aparat juga berjejer sambil menenteng senjata dan ada yang memegang tongkat rotan.
Karena halaman kantor MRP dijaga ketat, sejumlah warga yang hendak bergabung dengan massa sempat dihalangi dan diusir. Di dalam halaman kantor lembaga kultural ini juga dilakukan orasi secara bergantian sambil meminta pihak pimpinan beserta anggota MRP keluar menemui massa. Namun selama kurang lebih 40 menit, tidak ada pimpinan dan anggota MRP yang keluar menemui massa.
Kemudian dari dalam ruangan seorang perwira polisi yang mengabarkan kepada massa bahwa pimpinan dan anggota MRP tidak bersedia menemui massa di luar. Mereka hanya ingin menemui beberapa perwakilan massa.
Namun massa menolak jika hanya perwakilan mereka yang menemui pimpinan dan anggota MRP dalam ruangan tertutup. Massa yang kecewa terpaksa menunggu sambil mendengarkan Buchtar Tabuni berorasi sambil mendesak anggota MRP keluar menemui massa.
Dalam orasinya Buchtar mengatakan, jika pimpinan dan anggota MRP belum bisa ditemui, mereka tetap akan kembali di lain waktu, walaupun sebenarnya rakyat Papua telah menganggap MRP sudah tiada.
Karena menunggu cukup lama, beberapa penanggung jawab aksi mulai berembuk dan memutuskan agar massa bisa dipulangkan. Namun saat massa aksi hendak keluar dari halaman MRP, aparat polisi menghalangi mereka karena anggota MRP telah bersedia menemusi massa.
Massa yang hendak pulang akhirnya berbalik ke halaman MRP. Tapi mereka berhadapan muka dengan para anggota MRP yang dipimpin ketuanya, Timotius Murib. Massa justru membelakangi para anggota MRP dengan pandangan ke arah jalan raya. Buchtar Tabuni saat menyampaikan orasi, sempat meluapkan rasa kekesalan karena para anggota MRP telah menahan diri dan tidak mau menemui massa dari awal. Dengan begitu, menurut Buchtar massa rakyat Papua tetap menganggap keberadaan MRP sudah tidak ada sehingga massa akan segera pulang.
Setelah Buchtar mengatakan demikian, para anggota MRP tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapan. Massa selanjutnya membubarkan diri secara tertib lalu berjalan keluar dari halaman MRP ke jalan raya untuk mencari kendaraan tumpangan ke arah Abepura dan Perumnas 3 Waena. Namun karena keberadaan massa di pinggir jalan dirasa menghambat arus lalu lintas, polisi lalu mengijinkan massa menumpang truck mereka yang berada di halaman MRP kembali ke Perumnas 3 Waena. Dalam iring-iringan perjalanan dari kantor MRP ke Waena, massa yang dianggkut 2 truck dan sebuah mobil pemandu aksi dikawal ketat kembali oleh aparat keamanan.
Setelah tiba di Perumnas 3, massa yang masih tersisa lalu terkonsentrasi kembali di bawah pohon ketapang depan gapura Uncen Waena. Mereka berembuk setelah itu melakukan foto bersama di depan beberapa spanduk yang juga dibawa saat aksi.
Beberapa wartawan juga dijinkan mengambil foto dan keterangan dari terkait aksi yang sudah dilakukan. Setelah itu, massa yang masih tersisa diarahkan untuk berdoa menutup rangkaian kegiatan aksi mereka. Setelah itu massa membubarkan diri dengan tertib pada pukul 2.30 WP.
Melihat massa yang sudah membubarkan diri, para personel polisi dan brimob yang telah mengawal mereka sejak pagi juga secara lambat laun meninggalkan lokasi Perumnas 3 dengan kendaraan-kendaraan mereka.
Selepas aksi ini, sekitar jam 5 sore WP, Victor Yeimo yang ditahan hari itu lalu dibawa untuk dipisahkan dengan 3 tahanan lainnya. Padahal beberapa saat setelah Victor Yeimo, Marthen Manggaprouw, Yongki Ulimpa dan Elly Kobak dibawa ke Mapolresta Jayapura, beberapa pengacara telah berupaya membebaskan mereka dalam waktu 1×24 jam. Namun upaya ini gagal.
Victor sendiri ditahan karena polisi beralasan dia belum menjalani sisa masa hukumannya ketika pernah dijatuhi hukuman beberapa waktu lalu. Dia mungkin bisa diproses hukum kembali, tergantung tipe tuduhan apa yang akan dikenakan kepadanya.
*Penulis aktivis, tinggal di Jayapura, Papua
19.36 | 0 komentar

Kampanye Internasional Lewat Facebook Dan SMS Minta Victor Yeimo Dibebaskan

Written By Unknown on Selasa, 14 Mei 2013 | 17.49

Laman FB Free West Papua Campaign (facebook.com)
Jayapura – Kelompok Jejaring Sosial di Facebook yang menamakan dirinya Kampanye Internasional Papua Merdeka (Free West Papua Campaign) meminta masyarakat untuk memberitahu kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Irjenpol. Tito Karnavian bahwa dunia sedang mengamati Papua dan dirinya.
 
Kelompok di dunia maya yang diikuti lebih dari 17.000 pemilik akun Facebook ini meminta masyarakat mengirimkan pesan pendek (SMS) kepada Kapolda Papua yang berbunyi : “Bebaskan Victor Yeimo dan aktivis KNPB. Kami mengawasi dengan cermat apa yang Anda lakukan. Anda harus Menghormati hak asasi Manusia Internasional.” dan dalam bahasa Inggris “/Free Victor Yeimo and the KNPB activists. We are watching closely what you are doing. You must respect international human rights./”

Victor Yeimo bersama tiga orang rekannya di Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditangkap oleh polisi saat menggelar demonstrasi damai untuk memprotes penggunaan senjata berlebihan oleh aparat keamanan terhadap warga Distrik Aimas, Sorong, yang menewaskan tiga orang, Senin (14/05) kemarin.

Sebelumnya, Kepolisian daerah Papua mengklaim penembakan yang menewaskan 3 orang warga distrik Aimas, Sorong, pada tanggal 30 April 2013 itu sudah melalui prosedur yang benar.

“Polisi terpaksa harus melakukan pembelaan diri dengan mengeluarkan tembakan, karena ratusan massa yang menggelar aksi demo menyerang menggunakan senjata tajam. Massa anarkis, menyerang anggota yang sedang berpatroli, serta membakar mobil Wakapolres Aimas, sehingga sesuai prosedur dikeluarkan tembakan pembelaan diri,” kata I Gede saat dikonfirmasi tabloidjubi.com, Sabtu malam (4/5).

Kapolda Papua atas berbagai insiden yang terjadi sejak dirinya menjabat Kapolda, dituding oleh aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai “otak” dibalik berbagai aksi penangkapan, pembunuhan, hingga pemenjarahan para aktivis di tanah Papua.

“Saat Tito Karnavian dilantik pada 3 September 2012, ruang demokrasi di tanah Papua semakin ditutup rapat-rapat. Banyak aktivis Papua yang ditangkap, dibunuh, dan bahkan dipenjarakan tanpa alasan yang jelas,” ujar Dorus Wakum, seorang aktivis HAM Papua, seperti dikutip dari suarapapua.com.

Saat ini, ketiga rekan Yeimo, masing-masing Marthen Manggaprou, Yongky Ulimpa dan Elly Kobak sudah dibebaskan. Sementara Victor Yeimo diserahkan ke LP Abepura dengan alasan harus menjalani sisa masa tahannya. (Jubi/Benny Mawel)


17.49 | 0 komentar

37 Akademisi Australia Desak Menlu Australia Seriusi Persoalan Papua

Ilustrasi (Dok. Jubi)
Jayapura – Organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional, akademisi, peneliti dan wartawan harus mendapatkan akses tak terbatas untuk mengunjungi Papua.

Aksi brutal aparat keamanan Indonesia terhadap rakyat mereka di Papua Barat tidak hanya memicu reaksi publik domestik dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Navi Pilay, tapi juga mengundang puluhan akademisi dan peneliti Australia menyurati Mentri Luar Negeri Australia, Bob Carr agar menseriusi persoalan kekerasan dan Hak Asasi Manusia di Papua.

Akademisi dan peneliti yang berasal dari beberapa Universitas terkemuka di Australia meminta Bob Carr mengambil tanggungjawabnya untuk melindungi masyarakat sipil.

Melalui surat yang dikirimkan kepada Bob Carr, Senin (13/05) para akademisi dan peneliti ini meminta Bob Carr agar :

1. Menyampaikan kepada Pemerintah Indonesia untuk meminta pertanggungjawaban dari orang-orang yang terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan senjata secara berlebihan;
2. Untuk mendukung secara terbuka kesediaan Presiden Yudhoyono untuk dialog damai dengan rakyat Papua sebagai cara untuk menemukan solusi damai bagi Papua Barat dalam jangka panjang;

3. Untuk menekankan kepada para pejabat Indonesia pentingnya melindungi wartawan lokal dan pekerja HAM dalam memantau dan melaporkan kondisi hak asasi manusia di Papua;
4. Untuk mendukung seruan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB agar mendapatkan akses tak terbatas bagi mekanisme hak asasi manusia PBB, organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional, akademisi dan wartawan, untuk mengunjungi Papua.

Seperti diketahui, aparat keamanan, dalam menangani masalah Papua lebih mengedepankan tindakan represif. Terakhir, pada tanggal 30 April 2013, tiga orang tewas ditembak oleh Polisi di Distrik Aimas, Sorong, saat sedang mempersiapkan aksi untuk memperingati 50 Tahun Papua masuk ke wilayah negara Indonesia. Dan kemarin, Senin (13/05), empat orang aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) telah ditangkap polisi saat melakukan aksi demonstrasi damai di Jayapura. Polisi sendiri mengklaim bahwa tindakan yang dilakukan oleh mereka (penembakan terhadap 3 orang warga sipil di Distrik Aimas Sorong) sudah sesuai prosedur. (Jubi/Victor Mambor)


17.37 | 0 komentar

Aksi Demo Damai Hari ini Diblokade Polisi, Ketua Umum KNPB dan 3 Demonstran Ditangkap

Written By Unknown on Senin, 13 Mei 2013 | 21.50

Victor Yeimo (Ketua Umum KNPB)
Jayapura - Seperti direncanakan KNPB dan beberapa Organ gerakan, akan melakukan demo damai di Kantor Majelis Rayat Papua (MRP). Tujuan demo damai untuk mendesak Pemerintah Provinsi Papua Gubernur, Pangdam dan Polda Papua segera bertanggungjawab, atas korban penembakan dan penangkapan pada 1 Mei 2013.
Selain itu, tergait korban tembak dan Penangkapan di sejumlah tempat sepertinya Timika, Sorong, Biak dan Jayapura pada 1 Mei itu. Demo damai hari ini untuk “Mendesak Pemerintah RI agar membuka akses Jurnalis Internasional dan Pelapor Khusus Dewan HAM PBB ke Papua”.
Ketika sesuai rencana yang telah direncanakan untuk demo damai. Jayapura hari ini tanggal (13 Mei 2013). Demo damai yang dipimpin KNPB hari ini, ratusan demonstran turun jalan. Namun dari tengah jalan di Perumnas 3 Waena Polisi hadang demonstran yang dipimpin Victor Yeimo.
Polda Papua melaui Kapolres Jayapura yang dipimpin AKBP Alfred Papare, SIK, hadang demonstran tepat pukul: 10:12 wp. Victor Yeimo sempat negosiasi dengan pihak Kapolres Jayapura yang telah dihadang. Dengan tujuan demonstran tetap akan menuju ke tempat tujuan demo damai, di Kantor MRP Kota Raja Abepura Jayapura. Tetapi Kapolres Jayapura tidak mengindakannya, perkataan tujuan demonstran untuk menuju Kantor MRP.
Sempat tawar menawar terjadi antara Kapolres Jayapura dan Demonstran KNPB yang di pimpin Viktor Yeimo, tadi. Akhirnya Kapolres Jayapura menangkap 4 orang yang adalah sebagai demonstran, diantaranya: Victor Yeimo (Ketua Umum KNPB), Yongki Ulimpa Pria (23) tahun, Ely Kobak Pria (17) tahun dan Marthen Manggaprow. Mereka ditangkap Polisi Kapolres Jayapura, dan selanjutnya dibawa ke Polda Papua. 4 orang ini saat ditangkap mereka disiksa dan dipukul oleh anggota Polisi satuan Polres Jayapura.
Demo damai hari ini di Kota Jayapura Polisi batalkan, dan 4 orang yang ditangkap masih ditahan di Polda, karena untuk kepentingan minta keterangan, terkait demo damai hari ini. Ratusan pendemo lainnya melarikan diri di sekitar tempat kejadian penangkapan.
Masyarakat disekitar tempat kejadian panic, dan aparat anggota Polisi di Sentani, Abe dan Jayapura Kota melakukan Swiping. Polisi menggunakan tank-tank, mobil Polisi gas air mata dan mobil tahanan serta Truck Polisi. Polisi menguasai semua ruas jalan setiap perempatan, di sekitar sentani dan Abepura.
Polisi dengan dalih terror mental terhadap semua masyarakat Papua di Jayapura dan Sentani hari ini tidak seperti yang dilakukan Polisi saat Penghadangan demonstran KNPB pada waktu lalu.
Pembungkaman demokrasi terus dilakukan aparat kepolisian RI dalam hal ini Polda Papua. Ruang gerak untuk menyuarakan hak demokrasi rakyat Papua, sempit. Selalu membatasi ruang gerak hak demokrasi rakyat Papua, dengan cara terror mental, menangkap, menembak demonstran, Menghadang Pendemo dan membatasi melakukan demo damai.

Sumber : www.knpbnews.com
21.50 | 0 komentar

Tampil di TEDxSydney Mission, Benny Wenda Berbagi Cerita Tentang Papua


Benny Wenda dan Jennifer Rebinson saat tampil di TEDxSydney MISSION (tedxsydney.com)
Benny Wenda dan Jennifer Rebinson saat tampil di TEDxSydney MISSION (tedxsydney.com)
Jayapura – Benny Wenda muncul dihadapan warga Australia yang memadati Opera House Sidney bersama Jennifer Robinson, pengacara Wikileaks, New York Times dan Bloomberg.
Setelah menghentak pemerintah Indonesia dengan membuka kantor Organisasi Papua Merdeka di Oxford, Inggris, beberapa minggu lalu, Benny Wenda, pejuang pembebasan Papua Barat muncul dan berkampanye tentang harapan Rakyat Papua di hadapan warga Australia yang hadir menyaksikan The TEDxSydney Mission, Sabtu (4/5) lalu di Sidney, Australia.  TEDxSydney Mission adalah sebuah event tahunan yang menghadirkan orang-orang di sekitar Asia Pasific yang dianggap memberikan inspirasi bagi masyarakat banyak, dengan menyebarkan ide-ide besar, mengisahkan cerita yang belum diketahui orang banyak, berkreativitas dan berinovasi.
Benny tampil di atas panggung TEDxSydney Mission bersama dengan Jennifer Robinson, karena diri Benny lah yang menginspirasi Jennifer Robinson selama ini. Kata Jennifer, Benny memiliki keyakinan yang besar bahwa Papua Barat akan merdeka suatu saat nanti, meskipun tak satupun negara yang peduli dengan perjuangan rakyat Papua Barat.
“Tahun 2012, Benny berkata tak ada satupun negara di dunia yang peduli dan mendukung kemerdekaan Papua Barat. Tapi tahun 2013 ini, dia salah. Vanuatu, Kepulauan Solomon, Fiji dan negara-negara Pasifik Melanesia sudah merubah kebijakan mereka tentang Papua. Ini memberikan inspirasi buat orang-orang seperti Benny Wenda untuk terus memperjuangkan harapannya.”
kata Jeniffer Robinson kepada para undangan.
Usai Jennifer menceritakan tentang perjalanan hidup Benny Wenda hingga Benny tiba di Inggris dan memulai kampanye pembebasan Papua Barat, yang kemudian menginpirasi wanita Australia ini, pria asal Wamena itu muncul di atas panggung TEDxSydney Mission. Kehadiran Benny di atas panggung disambut tepuk tangan para undangan TEDxSydney Mission. Kemudian Benny bercerita tentang dirinya, saudaranya dan kampung halamannya di Papua.
“Ini sebuah kisah tentang satu bangsa. Bukan kisah saya. Tapi kisah para lelaki, perempuan dan anak-anak yang tidak bisa mendapatkan kemerdekaan mereka di atas tanahnya sendiri.”
ujar Benny Wenda dihadapan undangan yang menghadiri TEDxSydney Mission.
Dari atas panggung TEDxSydney Mission itu, Benny Wenda menyampaikan bahwa saat ini orang Papua membutuhkan bantuan masyarakat internasional.
“Sekarang apa yang saya sampaikan ini telah menjadi kisah anda semua. Tolong beritahu teman anda, saudara anda dan pemerintah anda bahwa kami, orang Papua membutuhkan bantuan. Tanpa dukungan dan bantuan anda semua, kami tak akan pernah bisa bebas.”
kata Benny yang disambut dengan tepuk tangan para undangan. (Jubi/Victor Mambor)
May 13, 2013,17:00,TJ
17.55 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman