Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

POLISI MENANGKAP 29 AKTIVIS KNPB DI SORONG

Written By Unknown on Kamis, 19 September 2013 | 07.30


Aktivis KNPB Sorong  dalam Tahana

Sorong 16 September 2013. Komite Nasional Papua Barat KNPB Wilayah Sorong, bersama rakyat bangsa papua barat wilayah sorong raya melakukan aksi demo damai dipusatkan di sorong, dengan tujuan menuntut hak penetuan nasib sendiri sebagai solusi terbaik bagi bangsa papua barat, dan juga hari ini merupakan hari demokrasi Internasional, yang ditetapkan oleh PBB pada Tahun 2010 yang lalu, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Sendiri tidak mau memberingati hari demokrasi Internasional pada hal Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara demokrasi.
Namun Kami Komite Nasional Papua Barat Wilayah Sorong melakukan aksi demonstrasi damai di pusatkan di Depan Toko Thio, namun kabungan TNI/Polri yang bertugas di kapolres sorong  datang dengan satu truk dalmas dibubarkan  masa aksi dengan secara  kekerasan, dan semua masa aksi tersebut ditankap polisi.
Kejadian ini terjadi pada hari senin 16 September 2013 pukul 09 .30 WPB,  namun penangkapan ini terjadi dari dua tempat yaitu: masa aksi dari arah Doom menuju ke Toko Thio, sebelum tiba di tempat titik terjadi penangkapan 9 orang laki-laki dan 2 orang perempuan ditangkap polisi, menuju ke polres sorong kota.
Kabungan TNI/Polri turun dengan mengunakan satu buah Mobil Dalmas milik Polres kota sorong  dan membubarkan masa aksi dari arah Sekretariat KNPB Wilayh Sorong pada pukul 09.10 wpb. Penangkapan yang dilakukan oleh polisi terhadap Aktivis KNPB Wilayah sorong sebanyak 18 orang laki-laki dan 2orang perempuan  yaitu: nama-nama dibawa ini:
1.              Martinus Yohame        Laki- laki                  22 tahun
2.              Yulius Wondiwoi         Laki- laki                  31 tahun
3.              Yeheskiel Kossay         Laki- laki                  21 tahun
4.              Gusti Aut                         Laki- laki                  22 tahun
5.              Steven Peyon                Laki- laki                  21 tahun
6.              Beny Giban                    Laki- laki                  26 Tahun
7.              Jecson Manaman         Laki- laki                  27 tahun
8.              Tinus Mabel                   Laki- laki                  23 tahun
9.              Marten Wenda             Laki- laki                  28 tahun
10.        Isak senik                        Laki- laki                  25 tahun
11.        Belkin Heluka               Laki- laki                  22 tahun
12.        Seth Sigoap                     Laki- laki                  24 tahun
13.        Ferry Toto                      Laki- laki                  26 tahun
14.        Gias Kogoya                   Laki- laki                  31 tahun
15.        Obaja Itlay                      Laki- laki                  28 tahun
16.        Ruvina Yewen              Perempuan                        20 tahun
17.        Yahya Heluka                Laki- laki                  21 tahun
18.        Kelaus Heluka               Laki- laki                  22 tahun
19.        Jhon Wetapo                 Laki- laki                  27 tahun
20.        Arnos Kepno                 Laki- laki                   17 tahun
21.        Otto Mayor                     Laki- laki                  26 tahun
22.        Geby Mambrasar         Laki- laki                  28tahun
23.        Siryani                             Perempuan                        26 tahun
24.        Natalis surabut                         Laki- laki                  21 tahun
25.        Kantius Heselo              Laki- laki                  24 tahun
26.        Nikson Kabarek            Laki- laki                  32 tahun
27.        Mina Malak                    Perempuan                        28 tahun
28.        Jhon Sanadi                    Laki- laki                  29 tahun
29.        Ita Waloin                       Perempuan                        20 tahun
Jumlah penangkapan seluruh anggota KNPB  dan PRD Wilayah Sorong sebanyak 29 orang, dengan semua peralatan aksi yaitu: Satu buah Mobil Komando, Tiga buah spanduk, Enam buah fanflet, lima buah bendera KNPB, Satu buah bendera inggris, satu buah genset, satu buah Toa, dua buah megafone, ditahan oleh polisi selama delapan jam. Dan semua barang milik masa aksi yaitu: hp, dompet, uang tunai dan barang bawaan milik masa aksipun ditahan dan di pukul oleh polisi.
Setelah masa aksi tersebut ditahan di polres sorong  kota, Kapolres sorong  memanggil Ketua Umum KNPB Wilayah Sorong di tampingi ketua I KNPB diruangan untuk mencari tau, bagimana tujuan aksi hari ini. Tetapi “Kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi ini adalah scenario, dari dari Waterpauw, dengan tujuan ia menjadi kapolda papua  kedepan, sebab penangkapan yang terjadi hari ini, adalah tidak sesuai dengan aturan hukum, nasional dan internasional. Sebab, pasalnya tidak jelas”. Ujar penasehat hukum kapolres sorong.  Sebab demonstrasi damai yang dilakukan oleh KNPB Wilayah Sorong sanggat mendukung sebab UU menjamin bahwa “ setiap orang menjampaikan pendapat dimuka umum secara lisan dan tulisa, Ujarnya. penasehat hukum kapolres sorong.
Sehingga, 29 orang tersebut di bebaskan oleh kapolres sorong pada pukul 04.00 wpb. Demikian sesuai dengan kondisi wilayah sorong, kami laporkan kepada dunia Internasional maupun dalam negeri.


Bysteven peyon
Aktivis Independence for west Papua.






















07.30 | 0 komentar

Gejolak Politik dan Kekerasan di Papua Barat: Apa Tindakan Pemerintah?

Written By Unknown on Rabu, 18 September 2013 | 10.39


"Papua merdeka, Papua merdeka" adalah ungkapan hati orang Papua akibat kebijakan pemerintah yang selalu berujung pada kekerasan dan ketidakadilan. 

Untuk menyikapi suara-suara itu pemerintah selalu mengunakan pendekatan kekerasan, barangkali karena rakyat Papua dilihat sebagai musuh yang harus ditaklukkan. Hal itu telah menciptakan nasionalisme pan-Papua dalam diri orang Papua sehingga selalu melihat Jakarta dan kebijakannya sebagai neokolonialisme.

Permasalahan antara kedua kubuh (Papua dan Jakarta) berkisar pada sejarah integrasi. Orang Papua yang menganut nasionalisme "PAPUA MERDEKA HARGA MATI" melihat sejarah integrasi belum final, sementara Pemerintah Jakarta yang menganut nasionalisme "NKRI HARGA MATI" melihat sejarah tadi sudah final. 
Pertarungan antara kedua nasionalisme itu telah dan terus melahirkan gejolak politik dan kekerasan di tanah Papua. Banyak upaya telah dilakukan rakyat Papua untuk mengakhiri situasi kekerasan dan ketidakadilan itu, namun tidak juga berhasil. Salah satunya adalah perjuangan Tim 100.
Melihat situasi itu Pater Dr. Neles Tebay telah kembali melahirkan sebuah ide dengan membuat buku Dialog Papua-Jakarta, yang isinya paling tidak mengajak kedua kubuh tadi duduk bersama untuk menyelesaikan semua permasalahan yang ada melalui jalur damai yakni dialog. 
Akhirnya dibentuklah JDP (Jaringan Damai Papua) dengan harapan organ ini bisa mempertemukan Jakarta dan Papua diatas sebuah meja yang bermartabat guna mengakhiri situasi kekerasan yang berkepanjangan di Papua Barat. Ide itu belakangan menuai pro kontra dan ketidak seriusan pemerintah dalam menanggapi dan mengawal keinginan rakyat Papua.   
Perang dingin antara Jakarta dan Papua terus berlanjut hingga memasuki empat bulan terakhir di tahun 2011, yakni Juli hingga Oktober. Dalam bulan-bulan itu ekskalasi politik dan kekerasan meningkat. 
Slogan "Damai itu Indah" yang dipampang aparat keamanan di semua sudut kota di Papua justru dinodai oleh mereka sendiri. Damai berubah menjadi garang dan ganas, hingga melahirkan ketakutan dan kegelisahan dalam masyarakat. Maka tidaklah heran jika masyarakat berkata slogan tadi itu hanya sebuah topeng politik. 
Lalu apa saja yang telah terjadi di Papua belakangan ini?  
Jika dirunut kebelakang, gejolak politik dan kekerasan di Papua telah mulai terjadi sejak JDP mengelar Konferensi Damai di Auditorium Uncen 5-7 Juli 2011. Beberapa contoh kasus yang terjadi dalam bulan Juli dan Agustus 2011 bisa dibaca dalam Laporan Tim Investigasi dari Gereja tentang Salah Tangkap dan Penyiksaan Terhadap 15 Orang Warga Sipil di bukit Wahno-Vuria Kotaraja Jayapura Papua[1].
Kemudian, tanggal 15 September karyawan PT. Freeport Indonesia mulai menggelar aksi mogok menuntut kenaikan upah, hampir sebulan kemudian yakni tanggal 10 Oktober 2011 terjadi penembakan dan penganiayaan saat aksi mogok karyawan PT. FI berlangsung.
Empat hari kemudian, tanggal 14 Oktober 2011 terjadi penembakan dan pembakaran mobil di mil 37 Timika yang menewaskan 2 orang karyawan PT.Freeport, pembubaran paksa dan penembakan kembali terjadi setelah Kongres III Papua ditutup tanggal 19 Oktober 2011, tanggal 24 Oktober 2011 Kapolsek Puncak Jaya (Dominggus Awes) ditembak orang tak dikenal, lalu tanggal 26 Oktober terjadi penembakan terhadap mobil patroli milik PT Freeport di mile 35 yang menewaskan dua warga, dan seterusnya.
Lalu apa yang telah dilakukan pemerintah?
Menjelang tujuh belasan, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraannya tanggal 16 Agustus 2011 mengatakan bahwa pemerintahannya akan menata Papua dengan pendekatan hati. Tapi apakah itu telah berhasil dilaksanakan? Beberapa peristiwa di atas jelas memperlihatkan ketidakmampuan pemerintahan SBY untuk merealisasikan janjinya itu. 
Pendekatan hati justru berubah menjadi pendekatan kekerasan oleh aparat dan senjata di lapangan.
Pasca beberapa peristiwa kekerasan di atas, Pemerintahan Indonesia menuai kritik dari berbagai lembaga HAM dan pegiat HAM. Kritikan itu datang dari dalam negeri maupun luar negeri. 
Misalnya, Kontras mendesak presiden supaya segera memeriksa TNI, Polri dan PT.Freeport, dalam jumpa persnya pada Sabtu 29 Oktober 2011 (Metrotvnews.com. polhukam/Sabtu, 29 Oktober 2011 17:20 WIB) atau surat dari Eni Faleomavaega kepada kedubes Indonesia Dino Patti Djalal bahwa penangkapan terhadap warga sipil di Papua pasca Konggres III adalah bertentangan dengan komitmen SBY juga meminta supaya para tahanan diperlakukan dengan baik, sebab mereka yang ditangkap itu disiksa dan dipukuli oleh aparat gabungan TNI dan Polri (Tabloidjubi.com Minggu, 23 Oktober 2011 17:26).
Menyikapi situasi politik yang memanas di Papua, pemerintahan SBY justru bersikap dingin. Di Papua, Lukas Enembe justru menyatakan angkat tangan dengan sejumlah peristiwa yang terjadi di Kabupaten yang dipimpinnya itu. 
"Kelompok sipil ini terus berkembang dan menjadi ancaman. Negara juga harus terlibat menanganinya, karena adalah masalah nasional. Kalau hanya perang suku, saya sendiri bisa menyelesaikan," ujar Lukas Enembe di Mulia ( bintangpapua28/10//2011). 
Sementara itu pejabat Gubernur Papua Syamsul Arief Rivai mengatakan bahwa ia akan memanggil bupati yang kabupatennya bermasalah. Ia juga menghibau kepada masyarakat supaya tenang. 
"Saya himbau agar masyarakat tetap tenang dan berusaha untuk tentram jika ada sesuatu yang tersumbat mari kita diskusi untuk mencari jalan keluarnya.Untuk itu mari tetap membuka diri," ujarnya(Bintang Papua/28/10/2011). Bupati Mimika, Klemens Tinal hanya diam seribu bahasa.
Dari Jakarta, saat pembukaan sidang Kabinet di sekertariat Negara presiden mengatakan pemerintah sudah mengubah pendekatan untuk menangani persoalan di Papua dan Papua Barat. Dari pendekatan keamanan telah diubah kepada pendekatan kesejahteraan dan keadilan rakyat. Itulah sebabnya pemerintah telah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) pada 20 September 2011 (Cepos/28/10/2011).
Hal senada juga dikatakan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Velix Wangai. "Unit khusus sudah dibentuk. Mulai kerja dalam waktu yang segera," kata Velix, ketika ditemui wartawan, di Jakarta, Sabtu (Seruu.com 29/10/2011).
Selain itu pemerintah pusat juga membentuk Tim Terpadu Direktorat  Keamanan Diplomatik Pemerintah Pusat. Tim terpadu keamanan diplomatik itu terdiri dari beberapa kementrian antara lain, Polhukam, Dagri, Luar Negeri dan BIN. Tugas dari tim itu adalah mencari data-data dan bukti tentang situasi keamanan yang sebenarnya terjadi di Papua belakangan ini (Bintangpapua, Jumat, 28 Oktober 2011 22:31).
Sayang mereka hanya bertemu dengan Kapolda Papua dan jajarannya saja. Jika demikian apakah data-data dan bukti yang telah diterima oleh Tim Terpadu itu bisa dikatakan obyetif? Entalah! Tapi dari upaya pemerintah di atas yang tidak melibatkan rakyat Papua dalam pengambilan keputusan, menunjukan betapa nilai-nilai sentralistik dan otoriter orde baru masih menghiasi wajah politik di Indonesia.
Naftali Edoway adalah Pemerhati Masalah Sosial di Papua 

10.39 | 0 komentar

Ribuan Warga Mimika Tuntut Papua Merdeka

Written By Unknown on Selasa, 17 September 2013 | 10.29

Aksi Damai Rakyat Papua, sambil berlari menari
dengan spanduk Referendum di Lapangan
Jayanti Kota Timika (Jubi/Eveerth)
Timika - Ribuan warga  Papua yang berdomisli di Kabupaten Mimika,  menggelar aksi damai menuntut kemerdekaan bagi bangsa Papua. Mereka  turun jalan menuju lapangan Jayanti Kota Timika, Senin (16/9).
Pantauan tabloidjubi.com, ribuan rakyat datang dari berbagai tempat di Kabupaten Mimika, berjalan kaki. Ribuan warga itu datang dari  SP 10, 12, 5 dan Kwamki Lama serta daerah Pomako, termasuk masyarakat dari kampung-kampung serta Pomako, Kilo 11, kilo 7, SP1 dan SP4.
Sementara di lapangan Jayanti Kota Timika, hingga kini rakyat terus berdatangan memadati lapangan. Mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan Referendum bagi Papua.
Ketua KNPB Wilayah Timikan, Steven Itlay mengatakan, pihaknya sebagai Media Nasional Rakyat Papua Barat di dalam Negeri Bersama Parlemen Rakyat Daerah Mimika (PRDM), mengundang segenap lapisan Rakyat Papua Barat yang berada di bumi Kamoro tanah Amungsa di Timika untuk hadir dalam aksi.
“Kegiatan ini adalah  untuk mendukung kebijakan Perdana Menteri Vanuatu,Mr. Moana Carcases Kalosil untuk membawa Masalah Papua dalam  sidang Tahunan PBB yang akan dimulai pada tanggal 19 – 20 September 2013 mendatang,” kata Ketua KNPB Wilayah Timika, Steven Itlay.
Dia menambahkan, aksi ini adalah aksi damai. Aksi ini dilakukan untuk mendesak  MSG segera menindak lanjuti Keputusan KTT MSG yang sudah dilaksanakan pada  18 Juli 2013 lalu. Hal ini  sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh  Ketua MSG Mr. Victor Tutugoro yang mana mendesak para Peminpin MSG untuk mencari penyelesaian bagi pembebasan masalah Papua Barat pada hari  Senin 26 Agustus 2013 lalu.
“Sekaligus memperingati tanggal 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional yang ditetapkan oleh PBB,  mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghargai dan memberikan ruang demokrasi seluas-luasnya bagi bangsa Papua Barat,” tulis Steven dalam seruan yang disebarkan.
Sementara itu, Warga Kota Timika, Jonathan mengaku dirinya bersama rekan – rekannya datang dari SP 5 bersama warga masyarakat untuk menuntut pemerintah Indonesia agar memberikan referendum kepada bangsa Papua. “Kami ingin merdeka, tidak ada pilihan lain untuk menentukan nasib sendiri sebagai Bangsa Melansia,” kata Jonathan.
Dalam seruan yang diedarkan, tertulis kegiatan aksi damai di Timika, sekaligus memperingati tanggal 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional yang ditetapkan oleh PBB,  mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk menghargai dan memberikan ruang demokrasi seluas-luasnya bagi bangsa Papua Barat.
Warga Papua terus berdatangan ke Lapangan Jayanti guna melakukan aksi damai bersama, sedangkan beberapa warga menggunakan pakaian adat sambil menari – nari “Waita” tarian adat sambil berlari. Di lokasi kegiatan dibuat mimbar berupa panggung. Aparat gabungan Tentara Nasional Indonesia  dan Polisi jaga ketat lokasi demo. (Jubi/Eveerth)

Sumber : www.tabloidjubi.com
10.29 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman