Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Kelompok Bersenjata Di Yapen Bukan Jaringan Goliath Tabuni

Written By Unknown on Jumat, 07 Februari 2014 | 03.03

Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian (Jubi/Indrayadi TH)
    Jayapura, 5/2 (Jubi) – Menurut Kapolda Papua, Irjen Polisi Tito Karnavian, Kelompok Bersenjata yang melakukan latihan militer di Kepulauan Yapen, Papua bukanlah jaringan Goliath Tabuni yang berada di Puncak Jaya.
    “Kedua kelompok itu sama sekali tak berkaitan. Goliath Tabuni hanya memiliki jaringan dengan dua kelompok, yakni Leka Telenggen di Kabupaten Puncak dan Tenny Kwalik di Mimika,” kata Tito ke wartawan di Mapolda Papua, Kota Jayapura, Papua,  Selasa (4/2).
    Aksi kriminal bersenjata di Kepulauan Yapen, menurut Tito, sangat tergantung kepada tiga orang, yakni Rudi Orari, Fernando Worabai, dan Erik Makatori. “Sistem regenerasi di kelompok itu tidaklah kuat karena hanya menokohkan ketiga pimpinan itu. Apabila mereka tertangkap, maka kelompok itu akan bubar,” ujarnya.
    Masih dikatakan Tito, terdapat dua kelompok besar lagi selain kelompok di Puncak Jaya dan Kepuluan Yapen, yakni kelompok pertama yaitu Puron Okino Wenda yang memiliki jaringan di Kabupaten Lanny Jaya dan Kabupaten Tolikara. Kelompok terakhir adalah Hans Ricard Yoweni yang ada di Depapre, Kabupaten Jayapura. “Kelompok  Lanny Jaya dipimpim Eni Wanimbo. Mereka yang menyerang Polsek Pirime pada 27 November 2012 lalu,” katanya.
    Ia juga telah meminta agar tokoh-tokoh asli Puncak Jaya seperti, Ketua DPRD Provinsi Papua, Deerd Tabuni dan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe untuk segera berdialog dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pimpinan KKB di wilayah itu.
    “Kami masih berpegang pada pendekatan persuasif untuk menangani masalah keamanan di Puncak Jaya. Apabila para tokoh-tokoh tersebut menyatakan usaha dialog dengan kelompok itu gagal, maka kami upaya penegakan hukum segera dilakukan,” jelasnya.
    Pihaknya juga sudah memiliki daftar pencarian orang (DPO) yang nantinya akan dilakukan pengejaran. “Kami tahu Goliath ada di Kampung Tinggineri. Namun, ia bersembunyi di tengah kaum perempuan dan anak-anak sehingga menyulitkan kami untuk meringkusnya. Dalam operasi penangkapan selalu berisiko tinggi karena akan terjadi kontak senjata antara aparat dan kelompok itu,” ujarnya.
    Hingga kini, pihaknya telah menambah sebanyak 75 personil untuk mengamankan wilayah Puncak Jaya selama pemilu legislatif berlangsung. “45 personel berasal dari Polda Papua dan sisanya dari Mabes Polri. Mereka akan mengamankan wilayah Kulirik dan  Tingginambut,” katanya.
    Empat Orang Dijadikan Tersangka
    Sementara itu, empat dari sepuluh orang yang diamankan saat kontak senjata antara Kelompok Bersenjata dengan TNI-Polri di kawasan Sasawan, Kepulauan Yapen, Papua, Sabtu (1/2) pagi lalu, telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Keempatnya telah ditetapkan sebagai tersangka yakni SYW (48), JYK (28), KW (50), dan RB (30). Mereka dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan Senjata Api Tanpa Izin,” kata Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes Polisi Pudjo Sulistyo Hartono, Rabu (5/1).
    Sebelumnya, Kapolda Papua, Irjen Polisi Tito Karnavian menuturkan di Yapen, kelompoknya tergantung kepada tiga orang, Rudi Orareh, Fernando Warobai dan Erik Makatori, sehingga bila 3 orang ini dinetralisir atau ditangkap, otomatis kelompoknya akan bubar.
    “Jadi bukan sistemnya yang kuat, tapi ketokohannya yang kuat, sama dengan kasus di Timika, yang tergantung kepada beberapa orang pimpinannya, sehingga bila pimpinannya dinetralisir, otomatis kelompok di Timika akan selesai,” kata Tito, Selasa (4/1). (Jubi/Indrayadi TH)
03.03 | 0 komentar

Gubernur Papua Tuduh Anggota TNI dan PORI Jual Peluru Ke Orang Papua

Ilustrasi
    Jayapura, 6/2 (Jubi) – Gubernur Papua, Lukas Enembe menuduh aparat keamanan dan militer di Papua telah menjual peluru kepada warga Papua. Tuduhan Gubernur Papua ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, para pelaku penembakan atau baku tembak dengan aparat keamanan di Papua seakan tak pernah kehabisan peluru.
    “Kapolri, Panglima tertibkan, itu amunisi, karena amunisinya dijual oleh anggota kita sendiri,” kata Lukas Enembe di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/2), sebagaimana dikutip dari merdeka.com.
    Menurut Gubernur Papua ini, sangat aneh jika para pelaku penembakan yang selama ini terjadi di Papua bisa memiliki peluru karena pengawasan di Papua sangat ketat sehingga sulit meloloskan peluru atau amunisi selain membeli pada aparat keamanan dan militer yang bertugas di Papua.
    Anggota Komisi I DPR RI asal Papua, Yoris Raweyai menyebutkan aparat keamanan di Papua menjual peluru seharga Rp. 1.500 perbutir. Menurutnya, aparat keamanan yang datang ke Papua, selalu datang membawa peluru penuh tapi pulangnya tak ada peluru yang tersisa.
    “Dari mana amunisi bisa masuk ke sana, ada indikasi pasukan di-BKO-kan datang bawa peluru, pulang tak bawa apa-apa. Jadi ada istilah, datang bawa M16 pulang bawa 16 M,” kata Yoris kepada merdeka.com

    Yoris juga yakin akan hal ini karena dalam beberapa kali kasus penembakan di areal Freeport Indonesia di Timika, selongsong peluru yang ditemukan adalah selongsong peluru buatan PT. Pindad yang dipakai aparat keamanan Indonesia.
    Sumber tabloidjubi.com di Nabire yang biasa mencari emas di lokasi penambangan emas Degeuwo, mengatakan kepemilikan senjata atau peluru disekitar wilayah Nabire, Paniai dan Degeuwo sendiri sangat mudah. Dengan uang sebesar 6 juta saja, mereka bisa mendapatkan sebuah pistol dari aparat keamanan beserta pelurunya. Biasanya, menurut sumber ini, yang membeli adalah orang yang datang mendulang dari wilayah lain.
    “Kalau orang-orang Degeuwo, tidak. Biasanya dari Paniai atau Nabire. Mereka yang beli pake emas yang mereka dapat waktu dulang.” kata sumber ini.

    tabloidjubi.com pada bulan November 2012 mencatat ada seorang warga Degeuwo yang ditangkap polisi dari Kepolisian Resort (Polres) Nabire, karena membawa pistol. Saat diperiksa warga itu mengakui kalau pistol itu diakui dibelinya dari seorang anggota TNI. Warga Degeuwo, berinisial MA kemudian mengaku kepada polisi jika pistol yang dia bawa itu dibelinya seharga Rp. 26 Juta dari seorang oknum anggota TNI Batalyon 753 Arvita Nabire, berinisial Dmt. Pistol tersebut dibelinya di lokasi penambangan emas 81 di Degeuwo.
    “Jangan percaya kalau mereka (aparat keamanan-red) bilang senjata atau peluru mereka dirampas atau hilang dicuri. Itu mereka sudah jual.” kata sumber tabloidjubi.com tersebut.
    Sumber ini juga memastikan bahwa selain orang dewasa, ada juga remaja yang beli senjata dan peluru pada aparat keamanan.
    “Saya kenal dua anak usia SMA yang punya pistol dan peluru. Mereka selalu bilang, kaka komandan, kalau mau datang ke Degeuwo, nanti kami kawal. Kami punya pistol.” kata sumber tersebut, menirukan kata-kata dua anak usia sekolah yang dia kenal itu. (Jubi/Victor Mambor)

02.53 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman