Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Enden Wanimbo: Tidak Satupun Pasukan Saya Terluka

Written By Unknown on Sabtu, 02 Agustus 2014 | 01.29

Terkait pemberitaan media NKRI bahwa pasukan gabungan TPN/Polri menembak mati 5 anggota OPM kemarin (1 Agustus 2014) PMNews melakukan hubungan langsung dengan Komandan pasukan Tentara Revolusi West Papua yang melakukan penyerangan yang menewaskan pasukan Polri pada 28 Juli 2014. Ditanya kenapa situasi yang aman di Lanny Jaya menjadi tidak aman lagi gara-gara penembakan yang dilakukan di bawah komando-nya Enden Wanimbo,
“Kami tidak jual, polisi yang jual, kami hanya beli. Polisi kolonial Indonesia selama di Tanah Papua tidak diperintahkan untuk menjaga keamanan tetapi menciptakan ketidak-nyamanan dan kekacauan, jadi kami tegur supaya mereka berhenti buat ulah di Tanah Papua,”
kata Wanimbo.
Ketikan PMNews tanyakan lagi tentang korban jatuh sebagaimana diberitakan media NKRI pada hari ini sebanyak 5 orang, Wanimbo kembali menyatakan,
“Yang Indonesia bunuh itu masyarakat tidak berdosa di kampung. Tidak ada perintah pasukan saya untuk tinggal dikampung dan bergabung dengan masyarakat. Itu bukan cara kerja gerilya. Kita setelah menyerang sudah ambil posisi aman. Jadi kalau yang mereka tembah itu benar, itu pasti masyarakat sipil, karena semua pasukan saya sudah aman dan tinggal di posisi seperti diperintahkan.
Masih menurut Enden lagi,
Kalau orang Papua mati, pasti ada acara duka, ada keluarga yang tahu mereka meninggal, jadi coba cek saja ke orang Papua. Pasti kalau itu NKRI tembah, itu masyarakat sipil. Itu pasti, itu pasti! kasih tahu semua rakyat Papua bahwa kami tidak berperang sebodoh itu.
Komandan yang satu ini memang tidak seperti komandan lainnya yang selama ini berkomunikasi dengan PMNews, karena Komandan Wanimbo selama menerima telepon selalu mengeluarkan suara-suara semangan dan kata-kata membakar semangat. Ia katakan misalnya,
Barang sudah “go international”, jadi coba Bupati, Gubernur, semua orang Papua yang ada di bagaian Barat New Guinea ini dukung perjuangan kami. Orang Papua di sebelah Timur, mulai rakyat biasa sampai Gubernur DKI Port Moresby dan Perdana Menteri saja sudah mendukung. Jadi siapa saja yang tidak mendukung akan menyesal dan hidup kesasar di pulau-pulau terpencil di wilayah NKRI nanti sama dengan nasib teman-teman Melanesia dari Timor Leste yang terdampar sana-sini sampai ke Tanah Papua. Kita harus pintar baca situasi lokal dan internasional.
Sekali lagi kami tanyakan apakah benar 5 orang anggotanya telah ditembak mati oleh pasukan NKRI, Ende Wanimbo menyatakan, “Maaf saya lahir satu kali, mati satu kali, jadi yang saya bilang itu sudah, jangan tambah-tambah , jangan kurangi.”
Demikian PMNews sampaikan kepada semua pihak di seluruh dunia, berita KEBENARAN, fakta dari lapangan Tanah Papua, dari Rimba Raya New Guinea, untuk diketahui seluruh rakyat West Papua dan seluruh masyarakat Melanesia di manapun Anda berada.

01.29 | 0 komentar

TNI-POLRI Bakar 2 Gereja dan Sejumlah Rumah Warga di Kab. Lanny Jaya

Lanny Jaya - Pasca terjadinya penembakan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua West Papua (TPN-WP) beberapa hari lalu, yang menewaskan dua orang anggota Brimob dan satu anggota TNI di Distrik Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, Polda Papua beserta Pangdam XVII Cenderawasih menerjunkan sejumlah pasukan tambahan ke Kab. Lanny Jaya, guna melakukan pengejaran terhadap Tentara Pembebasan Nasional West Papua yang ada di Lanny Jaya, seperti yang telah diberitakan oleh beberapa media lokal Papua(www.tabloidjubi.com), dan beberapa media Indonesia. 
Penambahan sejumlah pasukan militer Indonesia di Lanny Jaya bertujuan untuk melumpuhkan pergerakan para Pejuang Kemerdekaan West Papua, yang terus bergerilya dengan tujuan mengusir penjajah Indonesia keluar dari wilayah West Papua. Namun nyatanya tujuan penambahan pasukan yang dilakukan oleh Polda Papua dan Pangdam XVII cenderawasih ke Kab. Lanny Jaya, ini justru melakukan tindakan membabi buta terhadap rakyat sipil yang ada di distrik Pirime, Kab. Lanny Jaya. 
Dari informasi yang berhasil kami himpun dari lokasi kejadian menyebutkan bahwa, sejumlah pasukan gabungan (TNI-POLRI) yang diterjunkan ke Distrik Pirime ini, telah membakar sejumlah rumah Rakyat Sipil, dan dua buah Bangunan Gereja, serta berbagai fasilitas umum yang ada di distrik tersebut, yang mengakibatkan trauma agi warga setempat, yang mengakibatkan rakyat sipil yang ada di Distrik Pirime ini harus mengungsi dan melarikan diri ke hutan-hutan demi menghindari tindakan membabi buta yang dilakukan oleh TNI-POLRI.
Selanjutnya diinformasikan bahwa, sejak terjadinya kontak senjata antara Militer Indonesia dan Tentara Pembebasan Nasional West Papua pagi tadi hingga malam ini, TPN-WP berhasil menembak tiga orang anggota Brimob dan satu anggota TNI. Dan ketika kami tanyakan terkait pemberitaan media Indonesia yang menyebutkan adanya 5 anggota TPN-WP yang ditembak oleh militer Indonesia, Informen membantah pemberitaan tersebut, dan menyatakan bahwa pemberitaan tersebut sangatlah tidak benar, tidak ada anggota TPN-WP yang gugur hingga saat ini, termaksud rakyat kami. (wp)





01.25 | 0 komentar

Peristiwa Arfai 1965 Dalam Cerita Mantan Tapol Papua Yulius Inaury (Tamat)

Written By Unknown on Kamis, 31 Juli 2014 | 12.38

Yulius Inaury Bersama Istri
dan Kerabat di Pulau Mambor (Jubi/Aprila)
Jayapura, 30/7 (Jubi) – Kisah Permenas Awom, tokoh sentral dalam gerakan bersenjata di Papua pada Peristiwa 28 Juli 1965 di Arfai, Manokwari dalam cerita Mantan Tapol Papua, Yulius Inaury.

Permenas Awom adalah salah sersan  pasukan PVK. Menurut Yulius, Oermenas laki-laki yang ganteng dan jago. Dia penembak ulung dari Batalyon Papua. Dialah yang memimpin pasukan menyerang pasukan Indonesia yang mendarat di Pulau Gak, Raja Ampat, kurang lebih pada Tahun 1963.

“Dia kasih habis semua pasukan Indonesia,” kata Yulius.

Pada saat itu mereka masih bergerilya, sebelum Peristiwa Arfai 1965 pecah dan perlawanan itu dimulai dari Sorong, Raja Ampat. Permenas diperintahkan Komandan PVK, seorang Belanda. Permenas sendiri adalah komandan operasi, sehingga  berpindah-pindah tempat. Bila ada pendaratan tentara Indonesia, Awom yang berangkat.

“Isterinya ada, ada anak juga kalau tidak salah. Awom tinggal di Kuwawi, Manokwari,”tutur Yulius pada tabloidjubi.com di Pulau Mambor, akhir Juni 2014 lalu.

Beberapa nama yang sempat diingat Yulius berada bersama-sama dirinya ke Jawa dengan Kapal Raden Saleh ke Jawa adalah Ruben Samber (guru), ada juga almarhum Agus Inaury. Ia adik kandung Yulius Inaury. Agus ditangkap karena punya marga yang sama, padahal dia baru pulang sekolah pendeta. Ada juga Neles Wader juga terakhir jumpa di Manokwari. Entah sekarang masih hidup atau tidak.

“Kalau Permenas, katanya dorang kirim di ke Jawa untuk ditahan, padahal dorang tipu. Dorang borgol dia kaki dan tangan. Sampai di kapal perang dorang isi dia di karung, lalu ditembak saat kapal dekat Pulau Lemon, antara Ransiki dan Manokwari, di belakang Pulau Mansinam,”tutur Yulius dengan mata berkaca-kaca.

Lanjutnya, jenazah Permenas kemudian dibuang dan ditenggelamkan di Perairan Pulau Mansinam oleh Tentara Indonesia setelah sebelumnya ditahan di sel Kodim Manokwari setelah pelaksanaan Pepera 1969.

“Dorang bujuk dan membayar kepala suku Arfak di Maniambo di perdalaman, bapa piaranya Permenas,”lanjut ayah  Anance Inaury ini.

Menurut Yulius, Tentara Indonesia ini kemudian menyewa bapa piara Permenas untuk ‘mengerjakan’ dan menyiapkan dua butir peluru yang akan dipergunakan menembak Permenas. Peluru biasa tidak akan masuk kecuali melalui bapa piaranya yang ‘melengkapi’ Ferry ini.

“Kisah ini diceritakan istri Ferry, seoraang perempuan Doreri pada saya,” tutur Yulius Inaury lagi.

Selain itu, Yulius dan kawan-kawan masih memiliki barisan intelijen yaitu anak-anak sekolah ikut pasukan Kodim. Sebagian cerita ini didapat dari barisan intelijen ini. Ada yang bahkan melihat saat Permenas ditembak dan dibuang ke laut. Waktu jenasah Permenas terdampar di Belakang Pulau mansinam, tidak ada orang yang berani mendekat tetapi istrinya yakin itu suaminya. Wajah memang sudah hancur dan tidakdapat dikenali lagi.

“Istrinya hanya bisa mengenali suaminya dari cincin kawin mereka pada jenasah Awom.  Istri dan keluarganya kemudian memakamkan sang tokoh legendaris ini di Pulau Mansinam,” ungkap Yulius.

Hingga saat ini, makam sang tokoh gerakan bersenjata ini masih belum diketahui khalayak umum. Bahkan, cerita yang beredar di masyarakat Papua bahwa Permenas dibuang ke laut dan tidak ditemukan jenazahnya.

Kembali ke Peristiwa Arfai 1965, Yulius dan rombongan berjalan kaki dari Manokwari, turun ke Prafi dan kemudian bergabung dengan pasukan Permenas di Pantai Nuni. Di sana, Permenas memeluk Yulius dan menangis sekaligus menyesal karena keberadaan Yulius dalam pasukan ini karena Yulius adalah seorang guru. Tetapi, Yulius menjawab Permenas, mau tidak mau, dirinya harus bergabung dari pada akhirnya disiksa di kota. Walau akhirnya semua anak buah  Permenas ditangkap dan disiksa.

“Saya termasuk salah satu yang mendeklarasikan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Organisasi Papua Merdeka nama yang kami berikan pada kami yang melangsungkan rapat di Vanindi, di satu rumah di pinggir jalan, dekat tikungan, ada Toko May. Di tempat itu nama OPM lahir,” kenang Yulius dengan mata semakin sembab.

Ternyata, dalam rapat Yulius dan teman-temannya tidak mengetahui seorang intel kodim, Orang Ansus yang kemudian melaporkan Yulius dan kawan-kawannya yang akhirnya menjadi target operasi Tentara Indonesia.

“Permenas mau bergerak selamatkan masyarakat saat itu karena keadaan Manokwari sudah terlaku rusak. Pada waktu yang sama, pasukan PBB sudah turun di Manokwari dan mendirikan Kantor Residen, dipimpin seorang Prancis,” kata Yulius.

Saat Pepera 1969, Yulius sudah  berada di Jawa karena pengkondisian. Indonesia tidak ingin Pepera 1969 kacau. (TAMAT) (Jubi/Aprila)

12.38 | 0 komentar

Mengapa Mereka Berjuang ? Untuk Papua Merdeka

Filep Jafis Spener Karma dan putri sulungnya Audryne Karma.(Jubi/ist)
Jayapura,30/7(Jubi)-Filep Karma adalah putra pertama keluarga Andreas Karma dan Mama Noriwari. Andreas Karma pernah menjabat Bupati selama 20 tahun. Sepuluh tahun menjadi  Bupati Jayawijaya dan sepuluh tahun Bupati Yapen Waropen.

Andy Ajamiseba, putra  Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong(DPR GR) Provinsi Irian Barat, Dirk Ajamiseba. Sebagai pebisnis dan pengusaha sukses di blantika musik Indonesia, ia juga ikut mendirikan PT Bintuni Baru(BB) dan bergerak dalam usaha perdagangan.

Begitu pula dengan Zeth Rumkorem, pernah mengikuti pendidikan militer, pada Pusat  Pendidikan Perwira Infantri di  Bandung, dan berpangkat Letnan Dua(Letda). Roemkorem seangkatan dengan Jenderal LB Moerdani. Ayahnya, Lukas Rumkorem, pejuang Merah Putih dengan pangkat penghargaan Major Tituler Angkatan Laut.  Saat memimpin Perang Gerilya Organisasi Papua Merdeka, Zeth Roemkorem berpangkat Brigjen.

Filep Karma menempuh pendidikan tanpa halangan mulai sekolah di SD Kristus Raja, SMP Negeri I Dok V Jayapura. Dia juga berteman dengan putra Acub Zainal, Lucky Acub Zainal.

“Lucky dan saya dulu sekolah di SD Kristus Raja,”kata Filep Karma beberapa waktu lalu kepada tabloidjubi.com.

Dia menamatkan SMA Negeri Abepura dan melanjutkan studi ke Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Negeri Sebelas Maret di Solo. Pemimpin Biak Berdarah ini, sempat pula belajar dan studi resolusi konflik di Filipina.

Salah seorang pentolan Papua Merdeka, Bas Fairyo, adalah lulusan Akabri Kepolisian dengan pangkat Letnan Dua (Letda). Dia nekad masuk hutan,  berjuang demi penegakan bendera Bintang Kejora. Padahal, dengan kedudukan dan lulusan Akabri Kepolisian tentunya, meraih sukses dalam karier dan penghasilan yang memadai. Mengapa mereka harus menanggalkan semua itu dan memilih berjuang demi kemerdekaan di Tanah Orang Papua?

Yance Hembring salah satu bekas anak buah Zeth Roemkorem mengaku bahwa Roemkorem sangat disiplin dan tegas. Hampir sebagian besar anak buahnya mahir menembak dengan menggunakan berbagai jenis senjata.

”Saya masuk ke hutan, ikut Brigjen  Zeth Roemkorem pada 1978,”kata Hembring yang waktu itu berpangkat Kolonel.

Menurut Hembring, menjelang kemerdekaan Papua New Guinea(PNG) pada 16 September 1975, pihak pemerintah PNG mengundang Presiden Republik Papua Barat, Zeth Roemkorem untuk menghadiri kemerdekaan PNG. Ia diundang sebagao Presiden Republik Papua Barat karena  pada 1 Juli 1971 Brigadir Jenderal Zeth Roemkorem memimpin dan membacakan proklamasi kemerdekaan Republik Papua Barat.

Sedangkan Jacob Pray waktu itu menjadi Ketua Parlemen.”Kita memakai sistem presidentil,”kata Hembring. Sayangnya, lanjut Hembring, menjelang keberangkatan ke PNG guna merayakan kemerdekaan 16 September 1975. Ketua DPR Republik Papua Barat juga ingin menghadiri perayaan.

“Inilah awal kedua pemimpin mulai beda pendapat,”katanya.

Akibat perbedaan pendapat ini menyebabkan kedua pemimpin pecah dan masing-masing mengklaim sebagai pejuang dan pemimpin Papua Merdeka.

Beruntung pada 11 Juli 1985, mendiang PM Republik Vanuatu Walter Lini memprakarsai kesepakatan damai antara kubu Pray dan kubu Zeth Roemkorem. Bahkan kedua pemimpin ini akhirnya keluar dari hutan Papua. Zeth Roemkorem berangkat ke Yunani dan meninggal di Belanda. Yacob Pray menetap di Swedia bersama Nick Meset, Dr Mauri, Amos Indey.

Andy Ajamiseba sukses dengan Group Band Black Brother di Jakarta dan berhasil membawa musisi Papua sejajar dengan pemusik Indonesia. Lagu Hari Kiamat menduduki tangga lagu-lagu populer se tanah Jawa dan seluruh Indonesia. Lagu Persipura Mutiara Hitam membangkitkan semangat sepak bola anak-anak Papua. Pasalnya Hengky Heipon kapten Persipura dan kawan-kawan meraih Piala Soeharto, 1976. Timo Kapisa dan Johanes Auri ikon Persipura di era 1976.

Andy Ajamiseba meninggalkan semua sukses itu, melanglang buana ke Eropa dan Pasifik Selatan mengampanyekan Papua Merdeka. Mengapa pilihan itu yang diambil? Bukankah masih banyak jalan lain yang bisa ditempuh? Begitulah langkah-langkah mereka untuk mewujudkan kehidupan dan masa depan yang lebih baik bagi orang Papua.

Para tokoh Papua yang tergabung dalam Tim Seratus juga pernah menghadap Presiden BJ Habibie untuk meminta agar Papua bisa bebas dan terlepas dari Republik Indonesia. Habibie hanya berpesan pulang dan renungkan kembali.

Terlepas dari perjuangan dan kemauan untuk memerdekakan orang Papua dari penindasan sesama bangsa. Fakta hari ini adalah bahwa Tanah Papua memiliki peluang untuk masuk ke dalam keluarga besar Ujung Tombak Persaudaraan  Melanesia(MSG).

Hanya saja, kesamaan budaya dan ras Melanesia terkadang bukan jaminan untuk masuk dalam percaturan politik. Perlu kehati-hatian dalam membangun kepercayaan dan rasa kebersamaan guna mewujudkan cita-cita bersama. Apalagi dalam berpolitik, harus mampu mengorbankan kepentingan-kepentingan kelompok maupun pribadi demi sesuatu yang jauh lebih besar. (Jubi/dominggus a mampioper)

12.32 | 0 komentar

HUT AMP XVI: Membangun Nasionalisme Papua, Kobarkan Semangat Perjuangan

Written By Unknown on Senin, 28 Juli 2014 | 13.48

Logo AMP
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) hari ini, Minggu (27/07/2014) merayakan Hari Ulang Tahun yang ke XVI setelah berdiri pada tahun 1998 di Jakarta. Pada ulang tahun kali ini AMP di seluruh Indonesia menggelar kegiatan di masing-masing kota studi. 

Di Yogyakarta misalnya, perayaan ulang tahun dilakukan dalam bentuk ibadah singkat yang dipimpin oleh Ibu B. Wompere di Aula Asrama Papua, Kamasan I, dengan mengusung tema "Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat".  

Dalam khotbahnya Ibu B. Wompere mengajak mahasiswa untuk membangun persatuan yang kuat serta menjadi panutan bagi rakyat Papua. 

"Mahasiswa adalah ujung tombak dari rakyat, sehingga harus semangat dalam memperjuangkan serta membangan persatuan yang kuat. Tak hanya itu, mahasiswa juga perlu menjadi panutan bagi masyarakat," kata Ibu Wompere. 

AMP akui saat ini rakyat Papua Barat sedang berada dalam kekuasaan kolonialisme, imperalisme global serta militerisme kolonial Indonesia membuat kehidupan rakyat Papua berada dalam bayang-bayang kehancuran, sehingga bangkit berjuang dan rebut kembali kemerdekaan yang pernah dirampas oleh negara Indonesia adalah hak mutlak bagi rakyat Papua.

"Kita tingkatkan eksistensi Mahasiswa Papua dengan membangun ideologi dan nasionalisme Papua dalam pribadi mahasiswa untuk membangun semangat dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Papua Barat secara demokratis," kata Jefri Wenda, ketua AMP komite kota Yogyakarta kepada majalahselangkah.com usai ibadah. 

"HUT AMP kali ini menggelar ibadah sebagai bentuk ucapan syukur atas pertolongan yang diberikan Tuhan selama ini, serta kami berharap Tuhan juga akan membuka jalan dalam perjuangan kami ke depan untuk menyuarakan kebenaran melawan negara kolonial yang masuk ke Papua seperti pencuri," sambung Wenda.

Pantauan majalahselangkah.com, ibadah AMP yang diikuti mahasiswa Papua berlangsung aman dan lancar. (Yohanes Kuayo/MS)
13.48 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman